Sosialisasi Distan Terkait Kematian Massal Babi Dianggap Terlambat

  • 06 Februari 2020
  • 22:00 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 1505 Pengunjung
istimewa

Gianyar, suaradewata.com - Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Gianyar melakukan sosialisasi kepada peternak babi dan masyarakat paska maraknya babi milik peternak yang mati secara secara beruntun dan masif. Seperti yang dilakukan Distan dengan menggandeng Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali melakukan sosialisasi di Aula Kantor Desa Singakerta, Kecamatan Ubud,  Kamis (6/2). Namun sayang, sosialisasi dianggap terlambat karena pemerintah datang saat kandang dan kantong peternak kosong.

Salah satu peternak babi, Made Rai Sudiana menjelaskan sebelumnya ia memelihara induk babi sebanyak 10 ekor dan anak babi 12 ekor. Semuanya pun mati terserang virus yang dicurigai sebagai African Swine Fever (ASF). "Berawal ternak saya tidak mau makan, sudah disuntik tapi tidak ada reaksinya. Sampai akhirnya semua ternak saya itu mati, dan saat ini kandangnya kosong, kantong pun ikut kosong," jelas pria asal Banjar Tebongkang, Desa Singakerta tersebut. 

Dalam kesempatan itu, Sudiana mengaku harga pakannya saja mencapai Rp 2,5 juta. Sedangkan anak babinya masing-masing sekitar Rp 500 ribu, dan induk babinya mencapai Rp 3 juta. Sehingga ia memperkirakan kerugian akibat wabah ini mencapai puluhan juta rupiah.  Ia juga mengaku baru pertama kali berhadapan dengan kondisi seperti sekarang, lantaran virus yang dikatakan tidak ada obatnya. 

"Saya menjadi peternak babi sejak tahun 1987, kematian babi sebenarnya dari dulu sudah ada akibat virus. Tetapi yang sekarang ini tidak bisa ditawar, dulu pernah ada kematian babi akibat virus tapi bisa ditanggulangi, ini tumben seperti ini," ungkapnya. 

Disinggung kesibukannya saat ini, Sudiana mengaku hanya berdiam diri saja di rumahnya. Selain itu ia juga tengah menunggu langkah pemerintah terkait untuk menindaklanjuti wabah virus yang membuat babi mati massal saat ini. "Sekarang hanya diam saja di rumah, mau bagaimana lagi tidak ada kegiatan. Selain itu kondisi saya juga sudah sakit dan harus rutin melakukan cuci darah," ungkapnya. 

Ketua GUPBI Bali, Ketut Hari Suyasa menjelaskan di Bali peternak babi sangat lumayan banyak. Dikatakan babi saat ini di Bali bukan saja produk ekonomis, tetapi termasuk juga produk budaya. Dengan adanya kasus seperti sekarang diakuinya terdapat sedikit masalah terkait harga jual daging babi. "Untuk kematian di Bali mencapai 1.000 ekor, itu masih kecil dibandingkan dengan daerah lain," ungkap dia.

Ia juga menuding pemerintah gagal melindungi masyarakatnya dalam permasalahan kematian babi secara masal ini. Sehingga ia hanya menyarankan untuk menunggu hasil lab yang dites di Medan, apakah sample babi yang mati akibat virus ASF atau bukan. Mengingat kewenangan untuk mengeluarkan hasilnya ada di Medan, dan yang mengumumkan provinsi. 

"Saya harapkan agar masyarakat tidak berhenti mengkonsumsi daging babi, karena penyakitnya tidak menular kepada manusia," tandasnya. 

Sedangkan Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Fetrinear (Keswan Kesmas Fet) Dinas Pertanian Gianyar, I Made Santi Arka Wijaya seizin Kadis telah menyikapi meningkatnya kasus penyakit dan kematian ternak babi di Kabupaten Gianyar. Pihaknya hanya melakukan sosialisasi untuk disampaikan kepada para peternak babi dan masyarakat untuk mengambil langkah - langkah.

"Bagi peternak yang ternak babinya sudah terjangkit dan sudah mati harus dikubur. Jangan membuang ternak yang sudah mati ke sungai, saluran irigasi dan tempat pembuangan akhir. Jangan menjual ternak sakit atau mati untuk mencegah penyebaran penyakit. Jika kandang sudah kosong untuk sementara jangan dulu memasukkan babi sampai situasi penyakit sudah terkendali," imbuhnya. gus/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER