Nyoman Parta Berikan Solusi Pengurangan Sampah Plastik

  • 09 Desember 2019
  • 21:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3508 Pengunjung
suaradewata

Jakarta, suaradewata.com – Industri plastik tiap tahun makin berkembang, selama kurun waktu 2017- 2019, jumlah perusahaan industry plastik mencapai 925 perusahaan dengan total produksi 4,68 juta ton. Sedangkan permintaan mencapai 4,6 juta ton, namun produksi plastik tidak diimbangi dengan penanganan sampah plastik dengan serius.

Anggota DPR RI asal Bali, Nyoman Parta mengatakan, industri plastik berkembang baik di Indonesia, mengalami peningkatan 5 persen selama lima tahun. Hal ini tentu positif dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi. Tetapi juga membawa dampak negatif jika dikaitkan dengan lingkungan. “Masyarakat Indonesia termasuk konsumen yang boros dalam menggunakan produk berbahan plastik,” ujarnya, Senin (9/12/2019).

Disamping banyaknya varian produk berbahan plastik, masyarakat juga ketergantungan dengan kemasan plastik karena dianggap lebih praktis. Namun sikap boros plastik yang praktis dan suka membuang sampah sembarangan ini  juga, menjadikan Indonesia menjadi negara terbesar kedua yang membuang sampah plastik ke lautan, yakni 3,22 metrik ton. “Manajemen persampahan tentang tata kelola sampah dari hulu ke hilir masih berjalan. Ironinya lagi setiap bicara tentang sampah, selalu dianggap biaya, kalkulasi untung rugi,” kata anggota parlemen dari PDI Perjuangan ini.

Padahal lanjutnya, mengurus sampah khususnya plastik tidak bias diukur untung rugi. Karena yang diperlukan adalah benefit (keuntungan) kita sendiri. “Lingkungan yang bersih, sanitasi yang baik, udara yang sehat dan air tidak tercemar serta rasa nyaman. Semua itu tidak bisa diukur dengan biaya untung rugi,” tegasnya.

Parta memaparkan, Kementerian Perindustrian dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sering kali berseberangan jika berurusan dengan sampah plastik. Pasalnya, Kementerian LHK selalu mendorong pengurangan penggunaan bahan plastik. Sementara Kementerian Perindustrian faktor kesuksesan diukur dengan peningkatan produksi bahan plastik. “Kementerian perindustrian harus paham bahwa ini bukan perihal meningkatan produksi semata,” papar Parta.

Sebagai contoh, saat Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Pergub Nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dimana saat itu KLHK mendukung sedangkan Kemenetrian Perindustrian menentang. “Khususnya Pak Taufiek Bawazier, direktur kimia hilir, karena dianggap mengganggu PDB (pendapatan domestik bruto) dengan melakukan pelarangan plastik,” terangnya.

Anggota Komisi IV DPR RI ini kemudian memberikan solusi dalam menangani timbulan sampah plastik. Pertama, di hulu mengurangi plastik kemasan terutama bentuk kemasan kecil. Kedua, mulai mengintensifkan program mengurangi, memanfaatkan ulang dan mengolah kembali plastik. Ketiga, mulai dipikirkan terobosan pengenaan cukai terhadap produksi plastik, makin tinggi kadar plastiknya makin berlapis dan masih susah didaur ulang maka makin besar cukainya. “Keempat, lebih serius mewujudkan industri bahan baku dari tanaman untuk kemasan industri olahan dan minuman,” tutupnya. gus/ar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER