Ada Tradisi Nyakan Diwang, Desa Pakraman Busungbiu Gelar Ritual Nyepi Desa

  • 29 September 2019
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 2250 Pengunjung
suaradewata

Buleleng, suaradewata.com -Desa Pakraman Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, menggelar ritual Nyepi Desa, Sabtu (29/9/2019) dalam rangka menyambut pelaksanaan upacara Pujawali Agung yang jatuh pada Purnama Kapat, pertengahan Oktober nanti. Dalam nyepi desa tersebut, juga digelar tradisi Nyakan Diwang. Namun tradisi ini berbeda dengan pelaksanaan nyakan diwang di desa lainnya, karena dilaksanakan tepat pada hari Sipeng.

Nyoman Dekter selaku Klian Desa Pakraman Busungbiu menjelaskan, ritual Nyepi Desa ini dilakukan sebagai bentuk penyucian karang desa di wilayah Desa Pakaraman Busungbiu, utamanya di pekarangan masing-masing keluarga. "Selama ini seluruh aktivitas warga dilaksanakan di rumah. Melalui nyepi ini, aktivitas di rumah dan pekarangan ditiadakan. Ini sama sebenarnya dengan pelaksanaan Nyepi jagat, hanya saja nyakan di luar ini dilaksanakan pada saat sipengnya," ujar Dekter. 

Menurut Dekter, sehari sebelum pelaksanaan Nyepi Desa, krama Desa Pakraman Busungbiu menggelar upacara Melabuh Gentuh, ritual mecaru desa dengan beberapa hewan yang sudah ditentukan. Diantaranya, Sapi, Kambing, Kucit , Angsa, Anjing dan Bang Bungkem.

Sebelum digunakan sebagai caru, hewan tersebut harus disucikan ke Pura Pebijian, dirias, dan diarak mengelilingi Pura Puseh Desa setempat. "Pecaruan dengan daging hewan dilakukan di beberapa titik sesuai dresta secara turun temurun. Misalnya, Angsa digunakan caru di jaba tengah Pura Desa, Kucit di Pura Pebijian, Kambing di Pengubengan, dan Sapi di dekat Setra," jelas Dekter.

Pada pelaksaan Nyepi Desa, sejumlah krama Desa Pakraman Busungbiu tampak memasak di luar pekarangan rumah atau dekat pintu masuk pekarangan. Suasana ini jadi momen bagi krama untuk saling bercengkrama saat memasak.

Ada hal unik lainnya dari ritual Nyepi Desa di Desa Pakraman Busungbiu ini, dimana di dekat pintu masuk wajib membuat sanggah cucuk dengan menggantungkan replika senjata tajam yang terbuat dari kayu. Misalnya, ada pisau, blakas, keris, ataupun pedang. 

Menurut keyakinan, replika senjata tajam itu untuk menghalau bhuta kala yang bermaksud jahat yang hendak memasuki pekarangan rumah warga. Sampai saat ini, tradisi dan keyakinan krama desa adat Busungbiu masih dilestarikan. rik/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER