Revitalisasi Pasar Gianyar, Masalah Antara Relokasi dan Pemilik Ruko

  • 08 April 2019
  • 00:00 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 2558 Pengunjung
suaradewata.com

Gianyar, suaradewata.com – Sempat mengambang untuk lokasi relokasi 1.102 Pedagang Pasar Umum Gianyar, akhirnya tanah lapang di sebelah barat kantor Lurah Samplangan ditetapkan sebagai pasar sementara. Hal ini diungkapkan Plt. Asisten II Pemkab Gianyar Gede Widarma Suharta didampingi Kadisperindag Gianyar Wayan Suamba saat bertemu dengan 65 Pedagang Ruko Pasar Umum Gianyar di Kantor Bappeda dan Litbang Gianyar, Selasa (8/4).

“Relokasi, tempatnya di Samplangan. Sebelah timur lampu merah Bukit Jati. Kontrak tanah lebih dari 2 hektar, sudah berkali – kali pendekatan, negosiasi, sudah hampir semua tandatangan setuju. Sudah 90%, cuma ada beberapa yang belum karena pemiliknya tinggal di luar Bali,” jelasnya. 

Lahan seluas sekitar 2,5 Hektar disewa oleh Pemda Gianyar dari 12 pemilik lahan. Di lokasi ini, Pedangang akan berjualan selama sekitar 2 tahun. “Saat ini desain pasar sementara sedang digambar. Bulan Juni akan mulai dibangun. Perkiraan selesai bulan Oktober, dilanjutkan dengan proses relokasi pedagang sampai akhir Desember,” jelas Widarma.

Seperti di pasar sementara Pasar Seni Sukawati di Lapangan Sutasoma, pasar sementara Pasar Umum Gianyar juga berbentuk semi permanen dengan atap asbes dan pembatas triplek. Pihaknya juga memastikan untuk kesiapan fasilitas air dan listrik. “Listrik air sudah disiapkan,” ujarnya

Dijelaskan pula, proyek Revitalisasi Pasar Umum Gianyar ditarget mulai dibangun Maret 2020 mendatang. Sebelumnya akan dilakukan pembongkaran bangunan lama melalui proses tender. “Sudah mulai dibangun Maret 2020,” jelasnya.

Dalam setiap perkembangan proyek, Widarma pun berjanji akan selalu menginformasikan dan menyerap aspirasi para pedagang. “Ini pertemuan kedua, tindaklanjut dari pembahasan rencana pemkab tentang revitalisasi pasar, kedepan akan lebih sering kita bertemu membahas revitalisasi pasar,” ujarnya.

Terlebih beberapa hari lalu, perwakilan pedagang mengatasnamakan Aliansi Pedagang Ruko melayangkan surat pernyataan sikap kepada Bupati Gianyar yang isinya “menolak” proyek yang dianggarkan dari APBD induk 2019-2020 sebesar Rp 250 Milyar ini. Pedagang Ruko khawatir sekaligus mempertanyakan kejelasan proyek revitalisasi ini. Terutama karena 65 pedagang Ruko (rumah toko) ini secara histori telah mengais rejeki sekaligus bertempat tinggal dalam Ruko berpuluh-puluh tahun. Para pedagang mempertanyakan status hak tanah maupun bangunan yang diwariskan secara turun temurun dengan konsep bangunan khas Belanda itu. Menurut kisah para tetua, Ruko-ruko di Pasar Umum Gianyar tersebut telah ada sebelum ada Pasar. Hingga kini, Ruko tersebut dilanjutkan oleh generasi ke generasi, sehingga memiliki nilai histori, sosial dan ekonomi.

 “Yang namanya ekonomi perdagangan tidak cukup pandang dari sisi legal formal. Bagaimana haknya dan kewajiban pemilik toko dari generasi ke generasi, ada juga dijual. Tapi beberapa saya lihat generasi awal sampai sekarang masih disana. Sekitar 20 tahun. Rasanya kurang adil kalau itu diambil,” ujar pemilik toko Saritama, Riza Hisanudin dalam pertemuan.

 Untuk memastikan status tanah itu, pihaknya pun meminta kejelasan dari Pemerintah. “Kami butuh penjelasan status tanah seperti apa, kepastian relokasi, keamanan, dan master plan revitalisasi. Yang pada intinya bukan kami menolak, hanya ingin cari jalan terbaik,” jelasnya.

Riza juga meminta pemerintah agar membuat MoU dengan para pedagang. Terutama untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai rencana hingga teknis penempatan kembali setelah Pasar jadi. “Maka itu penting rasanya dibuatkan MoU, tercatat hitam diatas putih, kalau terjadi pelanggaran bisa mengingatkan satu sama lain,”. MoU ini dirasa penting mengingat cukup banyak proyek-proyek serupa mangkrak di tengah jalan. Sehingga para pedagang khawatir akan nasib mereka kedepan.

Terkait hal itu, Widarma mengungkapkan fakta secara dokumen bahwa tanah yang didirikan ruko tersebut merupakan aset Pemda. Bahkan catatan tertulis tersebut sudah dibuat sejak tahun 1988 silam. “Dari dokumen, yang ada hanyalah hak sewa-menyewa. Bukan kepemilikan. Bahkan hanya diperuntukkan untuk menjual barang-barang, bukan untuk tempat tinggal,” ujarnya.

Lebih jelas disampaikan bahwa status tanah Pasar Gianyar telah berubah sejak Tahun 1988. “Ketika ada Perda sewa-menyewa, semua dikategorikan tanah milik Pemda. Yang tinggal diwajibkan menyewa. Itu dilakukan dan diikuti. Kemudian ada SE, diperbaharui bahwa tanah masuk aset Pemda disewakan pada pemilik toko. Ini kami baca dari dokumennya. Sudah tercatat sebagai aset pemda,” jelasnya.

Dan jika melihat nilai histori itu, Widarma mengatakan bahwa Bupati tetap memperhatikan sejarah. Sehingga diberikan prioritas pada pedagang yang sudah menempati sejak lama. Diberikan hak prioritas menggunakan bangunan baru.

“Sebenarnya Pemda bisa saja menawarkan ke pihak lain, bahwa ini ada kesempatan memiliki toko. Tapi itu tidak dilakukan, melainkan memberikan prioritas pada pedagang lama. Tidak menghapus sejarah. Meskipun hak sewanya sudah habis, tanpa seleksi sudah masuk,” ungkapnya.

Dari pertemuan itu, Widarma pun mencatat beberapa usulan yang akan disampaikan kepada atasan. “Pada intinya para pedagang sudah mendukung renovasi Pasar Gianyar, dengan cacatat usulan. 1: Ada penilaian terhadap nilai toko yang dibongkar agar dikompensasi dengan sewa toko didalam. 2: Ada MoU antara Bupati dengan pedagang yang isinya jaminan proses pembangunan berjalan sesuai rencana. MoU sampai proses pembangunan, perjanjian sewa menyewa resmi dibuat kembali seelah pasar jadi. 3: Dalam penataan gambar, disain, sistem pengundian dan hal teknis lainnya agar dituangkan dalam MoU. 4: Agar ada sosialisasi secara berkelanjutan,” jelasnya. gus/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER