Keberhasilan dan Manfaat Perjanjian Hukum Timbal Balik RI – Swiss

  • 07 Februari 2019
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2002 Pengunjung
google

Oleh : Indah Rahmawati Salam

Opini, suaradewata.com- Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H, Laoly menandatangani perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern.

Perjanjian MLA RI – Swiss ini merupakan perjanjian MLA ke – 10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI (ASEAN, Australia, Hongkong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA dan Iran). Bagi Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke – 14 dengan negara non Eropa.

Perjanjian MLA antara RI – Swiss merupakan capaian kerjasama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, dan tentunya menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Benua Eropa.

Penandatanganan Perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita dan instruksi dari Presiden Jokowi. Dalam peringatanHari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018 dimana presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerjasama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (Tipikor).

Perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

Sejalan dengan hal tersebut, Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Indonesia juga mengusulkanbahwa perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsi retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tidak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini terwujud.

Perjanjian MLA RI – Swiss terwujud setelah melalui 2 kali putaran, dimana putaran pertama dilakukan di Bali pada tahun 2015. Dan putaran kedua dilakukan pada tahun 2017 di Bern Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal – pasal yang belum disepakati pada perundingan pertama.

Kedua perundingan tersebut dipimpin oleh Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Cahyo Rahardian Muzhar yang kini menjabat sebagai Dirjen AHU.

Pasca penandatanganan ini, Menkumham berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar nantinya segera meratifikasi perjanjian ini, supaya dapat langsung dimanfaatkan oleh para penegak hukum, dan instansi terkait lainnya.

Dalam kerjasama yang dijalin RI – Swiss, terdapat beberapa hal yang telah disepakati, diantaranya, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut.

Selain itu kerjasama ini juga menyepakati untuk melacak, membekukan, menyita hasil dan alat yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Serta,menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan.

Hal ini tentu akan cukup efektif untuk meredam pencucian uang para koruptor, karena dalam perjanjian ini juga menyepakati akan adanya permintaan dokumen yang berkaitan dengan suatu tindak pidana dan melakukan penahanan terhadap seseorang untuk diinterogasi dan konfrontasi (dengan saksi / alat bukti lain)

Pada kesempatan ini, Menkumham atas nama Pemerintah Indonesia menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi – tingginya kepada Pemerintah Swiss yang telah membantu dan memudahkan serta menjadikan Perjanjian MLA ini terwujud.

Menkumham juga mengucapkan terimakasih atas dukungan penuh dari Dubes Linggawaty Hakim serta K/L, khususnya kepada para pejabat dari Otoritas Pusat Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkeu, Kejagung, Kepolisian, KPK dan PPATK yang telah bersama- sama mewujudkan dan menyaksikan penandatanganan perjanjian MLA RI – Swiss ini.

Di sisi lain kerjasama ini juga merupakan bagian sukses dari pemerintahan era Jokowi – JK dalam bidan MLA. Pemerintah Swiss juga sangat berkomitmen memastikan bahwa negaranya bukanlah surga bagi mereka yang melakukan pencucian uang hasil kejahatan.

RI dan Swiss juga berkomitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi, serta membawa hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri. Tidak terbatas masalah korupsi, MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan. Supaya dapat memastikan tidak adanya warga negara atau badan hukum Indonesia yang melakukan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Penandatanganan ini mendapatkan sambutan baik dari KPK, pihaknya menilai bahwa kerjasama antara kedua negara tersebut akan mempermudah pengejaran uang hasil korupsi yang dilarika ke luar negeri.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menuturkan, bahwa penandatanganan kerjasama tersebut akan berdampak positif dalam pemberantasan tidak pidana korupsi. Menurutnya, KPK melalui unit pembinaan jaringan kerjasama antar komisi dan jaringan (PJKAKI) yang menaruh perhatian khusus terhadap MLA.

Dirinya tidak menampik adanya kesulitan untuk mengusut aliran dana korupsi atau pencucian uang yang disembunyikan di luar negeri, termasuk Swiss. Sebab, pelaku korupsi biasanya menyamarkan uang hasil tindak kejahatannya hingga berlapis – lapis.

Dengan adanya kerjasama antara kedua negara tersebut, diharapkan dapat membantu penegak hukum dalam mengusut dugaan pencucian uang di luar negeri.

MLA merupakan sebuah mekanisme pemberian bantuan hukum berdasarkan sebuah dasar hukum formal. Hal ini tentu akan mempermudah para penegak hukum untu mengejar hasil korupsi dan money laundry yang disembunyikan di luar negeri.

* Penulis adalah Mahasiswi IAIN Kendari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER