Wacana Larangan Ogoh-Ogoh di Tahun Politik

  • 13 Januari 2019
  • 00:00 WITA
  • Klungkung
  • Dibaca: 3072 Pengunjung
suaradewata.com

Klungkung, suaradewata.com - Dugaan adanya larangan pagelaran ogoh-ogoh yang akan diarak pada malam pangerupukan Nyepi berkaitan dengan akan berlangsung Pemilu 2019 mendapat komentar dari politisi Partai Solidaritas Indonesia, I Kadek Agus Mulyawan, SH, MH. Ia berpendapat hal tersebut sifatnya mengada-ngada artinya pemahaman politiknya sangat kurang.

Seperti diketahui, masyarakat Bali dalam menyambut datangnya Tahun Baru Caka dengan cara yang lebih individual dan bersifat ritual budaya. Ritual budaya yang diselimuti dengan pagelaran ogoh-ogoh melainkan bermakna untuk mewakili roh jahat yang bertujuan untuk menyucikan lingkungan alami dari setiap polutan spiritual melalui pancaran aktivitas makhluk hidup, yang selanjutnya keesokan harinya dilanjutkan dengan perayaan penyepian kedamaian, sepi dan ketenangan, hening dan cenderung menghindari keramaian.

“Hari Raya Nyepi dengan ritual pagelaran ogoh-ogoh disamping sebagai bagian dari perayaan tahunan “upacara pembersihan” (ngerupukan) hal ini dapat dikatakan sebagai Aset budaya yang terjadi sekali dalam setahun berdasarkan perhitungan kalender Bali. Dan Nyepi hanya ada di Bali hal tersebut harus dipakai pertimbangan matang agar tetap pada saat perayaan pengerupukan ada pagelaran ogoh-ogoh,” ujar sosok pengacara ini.

Harus diakui bahwa Bali yang unik memiliki tradisi unik pula. Keunikan inilah yang menjadi salah satu daya tarik wisata khususnya traveler dari luar negeri, sehingga sangat lucu jika wacana pagelaran ogoh-ogoh dikaitkan dengan kegiatan politik lalu melarangnya dengan alasan keamanan, justru sebaliknya Hari Nyepi bisa menjadi momen menjaga kedamaian dan persatuan. Jangan mencampur adukkan antara politik dan agama, begitu juga jangan agama dijadikan kendaraan politik, karena itu tidak ada kaitannya sama sekali, tegas calon di nomor urut 1 calon DPRD Provinsi partai PSI ini.

“Kalau kita sadari ajaran agama itu lebih menekankan keimanan, ritual peribadatan, dan moralitas, namun sebaliknya politik menekankan aturan main yang mengarah pada perebutan dan pembagian kekuasaan dalam konteks kehidupan bernegara jadi tujuannya jelas beda, tapi hakikatnya Politik itu tujuannya untuk membangun negara, menjadikannya lebih baik dan semua pihak harus menikmati hasilnya nanti,” tegasnya. gus/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER