Dihadapan 350 Santri, Kh. Buya Syakur Yasin: Tidak Menerima Perbedaan Berarti Menolak Kebesaran Alla

  • 31 Mei 2018
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 23588 Pengunjung
istimewa

Jawa Barat, suaradewata.com - Ponpes Cadangpinggan Indramayu dan Komunikonten mengadakan Tausiyah Kebangsaan dengan tema "Santri Melawan Hoax dan Penyalahgunaan isu SARA Untuk Keutuhan NKRI", Kegiatan ini diselenggarakan di Ponpes Cadangpinggan, Sukagumiwang, Kab Indramayu, Jawa Barat, dengan pembicara: KH. Buya Syakur Yasin, Pemimpin Ponpes Cadangpinggan, pada Senin malam, 28 Mei 2018, pukul 20.30 - 23.00 WIB. Kegiatan ini diikuti 350-an santri dan warga sekitar.

Dalam ceramahnya Buya Syakur Yasin mengatakan bahwa perbedaan di dunia ini, baik beda bahasa, suku, agama, bangsa, budaya, warna kulit dan lain-lain menunjukan kebesaran Allah SWT, maka siapa yang tidak bisa menerima perbedaan dengan ikhlas berarti menolak kebesaran Allah SWT.

"Dari perbedaan tersebut, para pendiri bangsa Indonesia berfikir keras dan berhasil merumuskan Pancasila. Ideologi itu seperti tanaman, yang cocok di tanah Indonesia adalah Pancasila bukan yang lain. Bangsa Indonesia sudah punya Pancasila yang relevan hingga kapanpun. Kita tidak boleh mengkhianati kesepakatan para pendiri bangsa berupa Pancasila ini. Tugas santri menjaga Pancasila dan NKRI hingga akhir zaman", ujar KH. Buya Syakur Yasin dalam ceramahnya.

Mengenai masih maraknya hoax, fitnah, ujaran kebencian dan penyalahgunaan isu SARA, KH. Buya Syakur Yasin menyampaikan kisah seorang manusia yang ditempatkan di neraka bersama para pembunuh. Ia kemudian protes mengapa dirinya ditempatkan bersama para pembunuh, sedangkan ia tidak pernah membunuh satu nyawapun selama di dunia. Malaikat menjawab bahwa engkau memang tidak pernah membunuh, namun akibat dari perkataanmu, akibat dari fitnah yang engkau sebarkan banyak orang saling bunuh membunuh.

"SARA jika disalahgunakan untuk kepentingan politik dapat menyebabkan konflik dan perang yang panjang. Perang yang terjadi di beberapa negara salah satunya disebabkan maraknya berita bohong dan penghinaan terhadap SARA", tambah KH. Buya Syakur Yasin.

Menurut KH. Buya Syakur Yasin islam datang dengan tauhid, dan tauhid tersebut membuat manusia setara, dan kesetaraan itu adalah syarat utama persatuan. Karenanya kita harus memandang semua manusia sama, tanpa membeda-bedakan latar belakangnya.

Sementara itu Hariqo Wibawa Satria dari Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi) menjelaskan kita ber-NKRI bukan hanya untuk 100 tahun saja, tapi untuk selamanya. Ibarat bangunan, jika kita ingin bangunan NKRI ini kokoh hingga kiamat tiba, kuat dari gempa bumi, maka salah satu caranya adalah dengan membangun fondasi persatuan yang kokoh. Apa yang kami lakukan ini meskipun kecil, merupakan bagian dari gotongroyong besar untuk memperkokoh fondasi persatuan tersebut.

“Meskipun bangsa Indonesia mempunyai kekeluargaan dan modal sosial yang kuat, namun jika terus menerus dihantam oleh hoax dan penyalahgunaan isu SARA, maka lama kelamaan akan rapuh juga. Oleh karenanya kampanye dan pendidikan media harus terus dilakukan demi kemajuan dan keutuhan NKRI”. Ujar Hariqo di Jakarta

Hariqo menambahkan, kegiatan juga bertujuan agar konflik-konflik yang terjadi di beberapa negara tidak terjadi di Indonesia. Menurut Hariqo, semua negara saat ini perang menghadapi hoax seperti di Jerman, Malaysia, Inggris dan negara-negara di Timur Tengah. Berbagai upaya melawan hoax, kampanye hitam, penyalahgunaan SARA bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Karena semua negara memiliki kepentingan nasional yang sama, yaitu ingin keutuhan negaranya terjaga, ingin warganya rukun, ingin negaranya maju.

“Perang proxy di Timur Tengah salah satunya disebabkan antisipasi terhadap kabar-kabar bohong yang beredar di masyarakat. Logika sederhananya, negara kuat pasti sulit dipecah belah, sedangkan negara lemah mudah diadu domba antarwarganya”, tambah Hariqo yang juga alumnus Pascasarjana Universitas Paramadina Jurusan Diplomasi Internasional ini.rls/aga


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER