Pemilik Dan Izin PT Prapat Agung Misterius??

  • 05 April 2017
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 4911 Pengunjung
suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com - Kondisi konflik tanah negara seluas 45 hektare dan aksi saling klaimat atas pengeolaan anah negara seluas  45 hektare di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, bukan hanya menarik perhatian pihak Kejaksaan. Ironisnya, sejumlah warga hingga sejumlah tokoh pariwisata di kawasan Desa Pejarakan pun mengaku tidak pernah melihat pemilik PT Prapat Agung Permai yang kini berkonflik dengan sejumlah masyarakat.

“Sejak pertama, saya tidak pernah lihat bagaimana muka (Wajah) orang yang mengaku memiliki tanah milik kami. Bahkan sampai mereka (PT Prapat Agung Permai) pagari tanah milik kami pun, tidak muncul juga muka tengiknya. Yang ada, saya sendiri pernah diperiksa polisi di Polsek Gerokgak yang tidak pernah mau menyebutkan siapa pelapornya waktu saya diperiksa,” ujar Made Sukrada alias Arif yang geram mengenang peristiwa beberapa tahun lalu.

Dituturkan, ia mengaku sempat melihat sejumlah plang dan pagar kawat yang menutupi akses masuk ke tanah warga termasuk miliknya. Yang  pengelolaan warga tersebut berdasarkan bukti-bukti  kepemilikan berupa Surat Keputusan Menteri Dalam Negari hingga bukti lain dalam bentuk surat asli.

Menurut Arif, keributan serta kericuhan yang terjadi pun bukan antar pihak PT Prapat Agung Permai dengan masyarakat yang memiliki bukti kepemilikan. Melainkan, dengan orang lain yang mengaku sebagai perwakilan dari PT Prapat Agung Permai.

“Saya pun bahkan sempat ribut dengan polisi. Apa dasar mereka memanggil saya sampai di introgasi kayak penjahat. Padahal, saya sudah minta agar menunjukan batang hidung atau nama pelapornya siapa dan apa bukti kepemilikan mereka kok berani klaim tanah kami. Apa bisa cuma menunjukan foto copy sertifikat saja lalu bisa mengakui tanah orang. Gampang sekali kalau begitu urusannya bisa punya gratis dengan modal foto copy saja,” tegas Arif.

 Ia pun heran dengan sikap aparat penegak hukum yang malah terkesan diskriminatif dalam melakukan penegakan hukum. Pasalnya, status kepemilikan tanah yang jelas dimiliki oleh masyarakat dengan bukti dokumen asli produk negara bahkan kewajiban terhadap negara membayar pajak yang semua telah dipenuhi, malah tidak dilayani dengan benar.

Hal itu terkait dengan pemeriksaannya oleh pihak kepolisian di Mapolsek Gerokgak ketika terjadi pemagaran serta pemasangan plank di atas tanah negara yang diberikan hak milik oleh pemerintah pusat kepada masyarakat.

“Harusnya bukan kami yang mereka (Polisi) periksa. Harusnya yang memagari tanah kami dan memasang plang terhadap tanah kami itu yang diperiksa. Ini kok malah kami yang punya hak dari negara untuk memiliki dan mengelola mudah sekali main panggil dan main periksa atas laporan wong samar yang entah seperti apa mukanya (wajahnya),” pungkas Arif dengan nada kesal.

 Hal yang sama diungkapkan oleh Made Sudarsana alias Made Taro yang juga masyarakat asli di Dusun Batu Ampar. Menurut lelaki yang sejak awal menjadi praktisi pariwisata di Desa Pejarakan itu memberikan pengakuan sama yang disampaikan Arif.

Setahu saya, yang punya sebagian besar hotel di daerah Batu Ampar itu kebanyakan orang Jakarta. Seperti Menjangan Dinasti (Hotel Bali Dinasti) yang milik pak Robet, dan juga termasuk Hotel Gawana. Yang kedua hotel tersebut jaraknya berdekatan di dekat kawasan pantai berpasir putih Dusun Batu Ampar.

“Nah, itulah sampai sekarang ini saya tidak tahu siapa yang punya PT Prapat Agung. Kenalan tidak pernah, ketemu tidak pernah dari dulu. Cuma tahunya yang kini punya Menjangan Dinasti itu Pak Robet. Kalau Menjangan Resort saya tahu pemiliknya, kalau Hotel Gawana juga saya tahu pemiliknya karena pernah bekerja disana lama sebagai marketing,” pungkas Taro dikonfirmasi dari balik selulernya. Adi/gin

 

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER