Lama Tak Bisa Tanam Padi, Sertifikat Padi Organik Subak Desa Langgahan Dicabut

  • 15 Januari 2017
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 3363 Pengunjung
suaradewata

Bangli, suaradewata.com - Sertifikat padi organik yang sempat diraih Subak Dwi Eka Buana, Desa Langgahan, Kintamani sekitar tahun 2012, kini terpaksa dicabut. Pasalnya, subak ini sejak tiga tahun terakhir tidak bisa menanam padi lantaran mengalami kerusakan pada terowongan air. Sementara sertifikat organic sendiri masa berlakunya  hanya tiga tahun sehingga harus diperpanjang.  “Lantaran tidak bisa menanam padi, kami telah kehilangan sertfikat organic yang kami raih tahun 2012 lalu,”ujar Kelian Subak Dwi Eka Buana  I Ketut Sudiawan saat dikonfirmasi awak media  Minggu (15/1/2017).

Kata dia, penyebab tidak bisa menanam padi lantaran terowongan sepanjang 9,3 km dengan sumber air di Desa Binyan mengalami longsor parah. Sejauh ini, lanjutnya, kerusakan itu tengah diperbaiki dengan menggunakan dana APBD Tingkat I Bali. Dimana, perbaikan  dilakukan bertahap, untuk tahap I, alokasi dananya mencapai Rp 4 miliar dan Tahap 2 sekitar Rp 2 miliar. Sementara perbaikan tahap tiga, baru akan dimulai bulan Maret  2017. “Sisa terowongan yang belum diperbaiki mencapai 3 kilo meter. Untuk perbaikan tahap III ini tergolong sangat berat karena harus menyingkirkan bongkahan batu besar di dalam terowongan,”tegasnya.

Di tengah upaya perbaikan yang dilakukan Dinas PU Bali,  pihaknya kini justru dikejar oleh pihak Dinas Pertanian Kabupaten  Bangli agar menanam padi. Hal ini, tentu membuat dirinya pusing dan merasa tidak berdaya. Sebab, sebagian petani justru beralih menanam jeruk dilahan sawahnya yang selama ini mengalami kekeringan. Padahal diakui, untuk mendapatkan sertifikat tersebut terbilang cukup berat. Untuk meraihnya, pihaknya harus menerapkan pola tanam padi dengan menggunakan bahan organik, mulai pupuk hingga obat-obatan. “Saat ini kami akan fokus pada perbaikan terowongan dulu. Karena bantuan Pemprov sudah tentu tidak bisa dipending,”  tegasnya.

Papar dia lagi, pembangunan terowongan dengan panjang mencapai 9,3 kilo meter itu sepenuhnya menggunakan dana swadaya warga. Dimana setiap krama subak dikenakan Rp 30 juta, sementara jumlah krama subak mencapai 105 orang, 55 krama warga merupakan warga Desa Langgahan dan 50 orang merupakan warga Banjar Pausan, Buahan Kaja, Payangan, Gianyar. “Sejatinya masih ada sekitar 500 meter terowongan penghubung Langgahan dan Banjar Pausan yang rawan longsor. Karena ini masuk jaringan primer tidak bisa menggunakan bantuan Pemrop Bali. Jadi untuk itu, kami berharap Pemkab Bangli bisa membantu kami,”pintanya.

Sekedar diketahui, Selain bisa meraih sertifikat padi organik pada tahun 2012. Subak Dwi Eka Buana, Langgahan, pada tahun yang sama juga berhasil mempersembahkan trofi Kalpataru untuk Kabupaten  Bangli. Subak ini diberikan penghargaan dalam bidang pelestarian lingkungan itu, lantaran sukses mencetak sawah baru dengan luas 63  hektar.ard/aga


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER