Sidak Dewan Buleleng Temukan Kejanggalan Dana BKK Desa Bontihing

  • 05 Januari 2017
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 4279 Pengunjung
suaradewata

Bulelengsuaradewata.com -  Kesan tidak siapnya administrasi dan perencanaan kegiatan di beberapa desa kawasan Kabupaten Buleleng muncul di timur pusat pemerintahan Bali Utara tepatnya Desa Bontihing. Bukan hanya itu, Desa yang merupakan tempat asal Wakil Bupati Buleleng non aktif yakni Nyoman Sutjidra pun menunjukan indikasi nepotisme. Kok bisa?

Kedatangan para Wakil Anggota Dewan Buleleng yakni Made Adi Purnawijaya dan Ketut Susila Umbara disertai beberapa anggota DPRD Buleleng lain menemukan kejanggalan terhadap penggelontoran dana Bantuan Khusus Keuangan (BKK) didesa tersebut. Kejanggalan itu pun muncul dari angka Rp1,3 Miliar yang disalurkan tanpa ada permintaan atau proposal permohonan ke Pemkab Buleleng.

"Dalam pertanggungjawaban anggaran, muncul kembali angka Rp1,3 miliar untuk dana BKK di Desa Bontihing. Padahal di Bulan Juli 2016 sudah terjadi pengembalian senilai Rp650 juta. Ini kan aneh dan tentunya menjadi Silva. Sebab sisa dari yang dikembalikan tersebut tentu sudah dipergunakan di Desa Bontihing," ujar Susila mengungkapkan, Kamis (5/1).

Terkait pengembalian dana senilai Rp650 juta ke Kas Daerah pada bulan Juli 2016 lalu, oleh karena beberapa pembangunan jalan yang tidak bisa terlaksana akibat statusnya bukan milik desa. Jalan Pura Pucuk Bang dan jalan di Banjar Kawanan yang akan perbaiki ternyata berstatus jalan kabupaten sehingga tidak bisa menggunakan dana BKK.

Masing-masing rencana proyek tersebut benilai Rp650 juta untuk perbaikan jalan Pura Pucuk Bang, dan sebesar Rp150 juta untuk jalan Banjar Kawanan. Susila pun menilai tidak ada perencanaan awal terkait tidak diketahuinya status jalan oleh pihak pemerintahan Desa Bontihing yang diberikan dana BKK sebesar Rp1,3 miliar tersebut.

Fakta indikasi penggelontoran dana yang pemberiannya tidak sesuai dengan aturan pun terkuat dari ungkapan Perbekel Bontihing yakni Gede Ardika didampingi perangkat kerjanya di Kantor Desa Bontihing. Yang menurutnya, dana tersebut lebih dahulu dicairkan oleh oknum di Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Buleleng. Yang selanjutnya proposal permohonan menyusul dibuat serta diserahkan oleh pemerintahan di Desa Bontihing.

Adi Purnawijaya yang sempat mempertanyakan penyaluran dana BKK yang dikembalikan ke kas daerah itu pun cukup mendapat jawaban yang mengejutkan dari Perbekel Ardika. Yang menurut pengakuan pentolan Desa Bontihing itu menyatakan bahwa pihaknya diminta oleh oknum di BPMPD untuk membuat proposal setelah dana BKK dicairkan.

“Rp 650 juta untuk membangun jalan itu kami sudah kembalikan ke Kas Daerah karena jalan yang mau diperbaiki berstatus jalan kabupaten. Begitu pula Rp 150 juta, tapi dana itu belum masuk ke rekening desa,” beber Sekdes I Wayan Supar Artawan yang kembali menegaskan keterangan Ardika dihadapan para Dewan yang melakukan inspeksi mendadak (Sidak).

Lalu, bagaimana langkah selanjurnya terhadap kawasan desa lain yang menerima BKK?

Susila mengatakan, pihaknya baru melakukan pengawasan di Desa Bontihing sebagai salah satu penerima dana BKK dalam jumlah besar. Ia pun mengaku tidak menutup kemungkinan terjadi juga dibeberapa desa lain penerima dana BKK.

"Ini prosesnya sudah tidak betul. Harusnya kan ada permohonan terlebih dahulu baru bisa dicairkan. Pemerintah daerah sudah tidak benar jika seperti itu caranya (melangkahi prosedur dan mekanisme pencairan dana BKK 2016)," pungkasnya.

Adapun penggunaan dana BKK di Desa Bontihing masing-masing dialokasikan untuk Pembangunan Wantilan Pura Bale Agung Desa Pakraman Bontihing sejumlah Rp150juta, perbaikan jalan ke Pura Pemaksan Tajun sejumlah Rp100juta, membangun senderan Balai Banjar Rendetin sejumlah Rp 100 juta; dan membangun senderan Balai Banjar Dinas Kanginan senilai Rp 67.560.000.

Selain itu ada pula pengadaan bibit dan pakan ternak babi Kelompok Tani Ternak Werdi Asri, Banjar Dinas Kawanan, senilai Rp 50 juta; pengadaan bibit dan pakan ternak babi Kelompk Tani Ternak Merta Sari, Banjar Dinas Kanginan, senilai Rp 50 juta.

"Ini kan cukup lucu. Kok sampai tidak ada aparatur pemerintahan desa yang mengetahui status jalan di desanya ada sebagian milik kabupaten. Logikanya, dana yang diminta kemudian dikembalikan lagi ke kas daerah. Desa lain yang harusnya mendapatkan kemudian harus menunda. Sehingga pemerataan pembangunan pedesaan akan mengalami kendala besar karena tak jelas penrencanaannya," kata Adi Purnawijaya.

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, Gede Ardika sempat mengalami permasalahan akibat proses verifikasi administrasi serta faktual kandidat pasangan calon perorangan Dewa Nyoman Sukrawan - Dharma Wijaya (SuRya) hingga ke meja Panwas Kabupaten Buleleng.

Dalam pemberitaan www.suaradewata.com sebelumnya terhadap Gede Ardika pun terungkap penjegalan oleh kubu pendukung lawan paket Surya yakni paket Petahan. Ardika pun sempat dipaksa menandatangani pernyataan pengakuan "dosa" atas perintah Camat Kubutambahan dengan alasan menjaga kondusifitas di desa.adi/aga


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER