PDIP Dukung Pembinaan LPD Dibiayai APBD

  • 16 September 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 5267 Pengunjung
suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com- Perjuangan Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB) dalam rangka memperkuat eksistensi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali, terus bergulir. Setelah berkomunikasi dengan Gubernur Bali, DPRD Bali hingga menggelar Semiloka, FPEAB memperkuat perjuangannya dengan meminta dukungan partai politik di Pulau Dewata.

Pada 12 September lalu misalnya, FPEAB berkesempatan beraudiensi dengan DPD PDIP Provinsi Bali. Hadir pada kesempatan tersebut, Pembina FPEAB Njoman Gede Suweta, Ketua FPEAB Gde Sadguna, Sekretaris FPEAB Nyoman Sumantha, beberapa akademisi seperti Prof Windia dan Dr AA Sudiana serta 7 anggota FPEAB lainnya.

Rombongan forum ini diterima langsung oleh Ketua DPD PDIP Provinsi Bali Wayan Koster, di Kantor DPD PDIP Provinsi Bali. Politisi PDIP asal Buleleng itu didampingi Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali Kadek Diana bersama sejumlah anggota fraksi dan pengurus DPD PDIP Provinsi Bali.

Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, Njoman Suweta bersama pengurus FPEAB memaparkan pentingnya penguatan LPD di Bali pasca berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Apalagi dalam UU LKM ini, ditegaskan bahwa LPD diatur oleh hukum adat dan tidak tunduk pada undang-undang ini. Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup di Kantor DPD PDIP Provinsi Bali itu, FPEAB juga menyampaikan persoalan yang sedang terjadi dalam pengelolaan LPD belakangan ini.

"Seperti peran Lembaga Pemberdayaan LPD (LP-LPD). Kami menyampaikan pandangan kami sebagai tawaran solusi mengatasi persoalan LPD," kata Njoman Suweta, di Denpasar, Jumat (16/9).

Mantan Wakil Kapolda Bali ini menawarkan solusi untuk mencegah masalah serupa kembali terjadi di LPD yang lain, yakni segera dilakukan pembenahan mendasar dalam tata kelola LPD. Pertama, pengelolaan LPD harus taat azas. LPD harus dikelola menurut hukum adat sebagai dasar hukum operasionalnya. Hal ini sesuai dengan amanat UU LKM.

"Untuk itu Perda Provinsi Bali Tentang LPD harus dicabut, dan diganti dengan Perda yang sejalan dengan UU LKM. Artinya, Perda yang baru itu dengan tegas menyebutkan bahwa LPD mengacu pada hukum adat," ujarnya.

Kedua, kewenangan pemilik LPD harus terlihat nyata dalam mengelola aset-aset LPD. Hak kepemilikan LPD bersifat kolektif, yakni Desa Adat. Ketiga, perlu adanya penyuratan aturan-aturan adat terkait lembaga keuangan, yang bersifat umum dengan ruang lingkup Bali.

"Ini untuk mengatur atau menjadi pedoman hubungan antar-LPD. Jadi bukan membuat aturan adat yang baru. Aturan adat itu sudah ada. Selama ini ada awig awig, tapi perlu dibuat dalam bentuk tulisan, karena tidak semua krama desa adat di Bali mengetahuinya," tandas Njoman Suweta.

Menyinggung sikap PDIP, ia menjelaskan, pada prinsipnya PDIP mengapresiasi pandangan yang disampaikan FPEAB. "Dalam pertemuan, yang berbicara Pak Koster dan Pak Adi Wiryatama. Intinya, kita sudah ada kesamaan pandangan. Ke depan, hanya perlu duduk bersama kembali untuk pembahasan yang lebih detail," tegas Njoman Suweta.

Koster misalnya, juga secara khusus menyorot pungutan 5 persen dari keuntungan LPD, oleh LP LPD dengan alasan dana pembinaan/pemberdayaan LPD. "Menurut Pak Koster, itu tidak benar. Pak Koster berpandangan, dana pembinaan LPD seharusnya dianggarkan dalam APBD," urai Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila Bali itu. san/gin


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER