Setelah 60 Tahun, “Manusia Lumpur” Melintas di Bay Pass Ngurah Rai

  • 11 Maret 2016
  • 00:00 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 8233 Pengunjung
suaradewata.com

Badung, suaradewata.com– Sehari setelah Nyepi tepatnya saat Ngembak Geni, warga yang melintas disekitar Jalan Bay Pass Ngurah Rai, Bali dikagetkan segerombolan manusia lumpur. Bagaimana tidak puluhan warga dengan badan penuh lumpur itu melintas dengan santai pada Kamis (10/03/2016) sekitar pukul 17.00 wita.

Aksi warga dengan tradisi mebuug buugan, tersebut adalah tradisi kuno di Desa Pakraman Kedonganan, Bali. Namun tradisi tersebut sudah sekitar 60 tahun tidak pernah dilaksanakan dan kali ini baru dilaksanakan kembali. Kontan saja tradisi itu mengundang perhatian pengguna jalan yang mulai ramai setelah pelaksanaan nyepi dan sebagian dari pengendara mengaambil gambar momen langka tersebut.

Menurut Yande Dwi Adnyana Putra salah satu pemuda yang ikut dalam tradisi tersebut mebuug buugan mengandung arti bermandikan lumpur, karena kata dasarnya buug yang artinya lumpur. Dijelaskan acara mebuug buugan ini diikuti oleh seluruh  banjar di desa Pakraman Kedonganan. “Untuk hari ini dikuti sekitar 600an peserta” ucap mahasiswa semester akhir dari Poiteknik Negeri Bali ini.

Sebelum perang lumpur dimulai awalnya peserta kumpul dan bersembahyang di pura Desa lanjut menuju hutan mangrove untuk “atraksi perang lumpur”. Setelah itu warga kemudian menuju pantai kedonganan untuk pembersihan diri. “Pembersihan diri ini adalah simbolisasi pembersihan diri manusia dari kekotoran (lumpur) selanjutnya dilakukan pembersihan diri di laut pantai kedonganan dalam menyambut tahun baru caka 1938 ini,” beber Drh Wayan Yustisia Semarariana ketua karang taruna Eka Canti Kedonganan.

Dijelaskan dalam persepektif acara ini dapat dimaknai, dalam konteks kepemudaan ini adalah simbol patriotisme anak muda dan menjaga tradisi leluhur. “Secara perspektif lingkungan hal ini sangat kuat karena melalui acara ini secara tidak langsung kita pemuda mesti menjaga hutan mangrove kita, hutan yang miliki fungsi melindungi desa kita dari tsunami, jadi kitapun harus menjaganya dari berbagai bentuk perusakan.” Beber alumni dari Forum Persaudaran Mahasiswa Hindu Dharma (FPMHD) UNUD ini secara ber api api. Apalagi kata dia mau di Reklamasi, pihaknya dengan tegas menolak. “Dengan tegas kami katakan Kami Tolak Reklamasi Teluk Benoa yang jelas akan merusak hutan pelindung desa kami,” bebernya. Cta/ina


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER