PLN “Titip Uang” Ke Pengadilan Negeri Singaraja

  • 29 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 5759 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com – Konflik pemasangan kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 Kv ternyata bukan hanya menyeret sebagian besar unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Buleleng. Permasalahan tersebut bahkan sudah sempat coba diselesaikan oleh pihak-pihak di institusi Pengadilan Negeri Singaraja pada bulan Oktober 2014. Bahkan, ada dana titipan mencapai angka Rp 460 juta yang sampai saat ini masih mengendap direkening milik PN Singaraja. Seperti apa?

Menurut keterangan Panitera Pengadilan Negeri Singaraja, Made Sukadana, uang titipan tersebut total berjumlah Rp 460.290.938 melaui surat permohonan bernomor 479/033/ uip VII/2014, tanggal 29 Oktober 2014. Itu pun dilayangkan oleh PT. PLN (Persero) wilayah VII Surabaya melalui Manager Hukum Komunikasi Dan Pertanahan Unit Induk Pembangunan VII atas nama Herry Zulkarnain.

Terdapat 11 item ganti kerugian yang nilainya bervariatif dengan mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2013. Yang pada saat itu, ditanda tangani langsung oleh menteri ESDM RI yakni Jero Wacik. “Kami bersama tim juru sita Pengadilan Negeri kemudian lanjut melakukan pemanggilan kepada 11 orang termasuk kelompok yang menerima ganti kerugian dari dana PLN ini. Dana konsignasi dari PLN kemudian kami tunjukan namun mereka sebagai penerima tetap masih keberatan,” kata Sukadana, Senin (29/2).

Menurut keterangan Sukadana, pihaknya tidak bisa memaksakan kepada warga yang dititipi uang ganti kerugian oleh pihak PLN Surabaya. Dan hal tersebut kemudian lanjut dibuktikan dengan proses penandatanganan berita acara di Pengadilan Negeri Singaraja untuk menjadi bukti sudah disampaikannya amanat tersebut.

11 penerima dana tersebut dialokasikan kepada beberapa warga yang masing-masing yaitu atas nama Nawawi berjumlah Rp 32 juta, Adip Rahman berjumlah Rp 71 juta, Burhan Rp 27 juta, Amir Hasyim Rp 31 juta, Jainudin Rp 27 juta, Badrain Rp 10 juta, Haramaih Rp 4 juta dan Dwi sejumlah Rp 24 juta.

Selain untuk warga tersebut dalam surat tersebut, ganti kerugian juga diberikan kepada sekolah dengan jumlah Rp 110 juta dan untuk Masjid sebesar Rp 90 juta. Namun, satu klausul ganti kerugian yang tidak mampu dijelaskan yakni pada item “Tanah Kosong” dengan jumlah ganti kerugian Rp 28.953.000. “Dana konsignasi itu masih pada rekening Bank Bank Nasional Indonesia (BNI) milik Pengadilan Negeri Singaraja yang belum diambil oleh pihak PLN sampai saat ini,” papar Sukadana menegaskan.

Padahal, lanjutnya, pihak PN Singaraja mengaku telah melayangkan surat pemberitahuan kepada pihak PLN terkait dana titipan yang sudah lebih dari satu tahun mengendap di rekening milik PN Singaraja.

Dikonfirmasi terkait dengan harga yang muncul tersebut, Sukadana mengaku merupakan harga yang diberikan oleh pihak PLN untuk disampaikan kepada warga yang tersangkut konflik pemasangan kabel SUTT di Desa Celukan Bawang.

Sukadana pun mengaku hanya sekali melakukan mediasi dengan warga di yang namanya tercantum dalam surat permohonan PLN wilayah VII. Yang pada saat pertemuan tersebut kemudian tetap menemukan jalan buntu. Akan tetapi, dana titipan milik PT. PLN (Persero) di PN Singaraja menurutnya bisa diambil kapan pun bahkan dalam waktu 1x24 jam. “Yang jelas, sudah disampaikan kepada pihak PLN bahwa negosiasi yang dilakukan oleh kami  ternyata tidak berhasil dan dana masih ada di Bank. Kapan mau di ambil, tinggal bikin berita acara pengambilan uang titipan tersebut dan urusan selesai,” kata Sukadana.

Keterangan tersebut sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Deputy Manager Hukum dan Komunikasi PLN Wilayah VII Surabaya yakni Wahyu Supriadi. Ditempat berbeda, Supriadi mengaku betul terjadi sejumlah negosiasi dengan pihak warga diluar kawasan pembangunan tower yang dialiri kabel SUTT.

Pemberian ganti kerugian yang kemudian dititipkan ke Pengadilan Negeri Singaraja berjumlah Rp 700 juta. Dan penitipan tersebut setelah gagalnya negosiasi dengan warga yang berada di sepanjang lintasan kabel SUTT. “Inikan perlu waktu. Sebab belum tentu warga yang dipindah atau direlokasi ke tempat lain kemudian mampu menerima. Sementara pekerjaan pembangunan dan penarikan kabel SUTT harus terus dilakukan mengingat kondisi krisis listrik di Bali saat itu,” pungkas Supriadi. adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER