PLN “Bingung” Pindahkan Kabel SUTT

  • 29 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 6152 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com – Pihak PT. PLN (Persero) wilayah Bali mulai kebingungan atas tuntutan warga Kampung Barokah, Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, sudah jadi harga mati. Unsur pimpinan dalam Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Buleleng yang terdiri dari sejumlah institusi pun turut terancam sebagai pihak dalam gugatan upaya hukum yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

“Jika terjadi pemadaman, tentu akan mengganggu aktifitas perekonomian yang besar. Selain itu, krisis energi terjadi ketika suplai listrik jaringan bawah laut dari jawa sebesar 340 Mega Watt bermasalah. Tapi kami selalu tetap berusaha untuk tidak menimbulkan kegaduhan masalah konflik kabel SUTT ini,” ujar Manager Unit Pelaksana Kegiatan JBB PT.PLN (Persero) Bali yakni Hendrawan Suko Raharjo, Senin (29/2).

Hal itu terungkap dalam pertemuan yang dilakukan dengan awak media di kantor PT. PLN Bali Utara yang terletak di jalan Udayana No.27 Singaraja. Selain dihadiri oleh pejabat di PLN Bali, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Deputy Hukum dan Komunikasi Surabaya, Wahyu Supriadi.

Dikonfirmasi terkait dengan kesepakatan yang dibuat pada tanggal 27 Februari 2015 bersama pejabat Muspida Buleleng dan waktu 1 tahun yang diberikan untuk memindahkan kabel SUTT tersebut, pihak PLN menyebut hal tersebut bukan muncul dari PLN melainkan keinginan sepihak warga. “Wong namanya kita ingin menyenangkan orang lain tapi nyatanya masih belum mampu dan butuh waktu untuk mencari dana melakukan pemindahan,” ujar Hendrawan.

Hal itu disampaikan terkait dengan anggaran pemindahan yang pada awalnya diprediksi hanya mencapai Rp 6 miliar untuk empat tower dan bentangan kabel SUTT sepanjang 1 Kilometer yang melintas di atas perumahan warga Kampung Barokah. Dimana, lanjutnya, harga setahun setelahnya ternyata mengalami kenaikan hingga mencapai angka Rp.9 Miliar.

PLN pun mengaku ada bentuk keharusan untuk meletakan kabel SUTT pada posisi saat ini. Karena berdasarkan pertimbangan analisa teknis, posisinya diyakini tidak memberikan pengaruh pada kesehatan warga termasuk kekhawatiran tentang radiasi serta robohnya konstruksi tower penopang kabel.

Tapi, lanjutnya, folemik menjadi cukup berat terkait ditanda tanganinya berita acara yang mengandung tanda tangan unsur Muspida Buleleng serta Direktur Utama PT. PLN (Persero) yakni Sofyan Basyir pada tanggal 27 Februari 2015. Perjanjian tersebut pun digadang-gadang sebagai kekuatan warga Kampung Barokah secara hukum untuk menuntut janji kepada pihak PLN.

Terkait pertimbangan melakukan pemidahan, bukan sebatas pada anggaran yang kemudian mengalami inflasi khususnya harga material tower. Hendrawan secara mengkhusus lebih menitik beratkan pada kondisi krisis energi yang akan terjadi jika pemindahan tersebut dilakukan dalam waktu dekat.

Dikatakan, total daya yang ada saat ini berjumlah 1.298 Mega Watt belum menjadi sebuah angka aman ketika terjadi permasalahan suplai kelistrikan dari daerah Jawa dan PLTU Celukan Bawang. Karena jumlah surplus sebesar 475,3 MW masih belum dapat dikatakan aman untuk kebutuhan Bali yang puncak tertinggi pemakaian mencapai 822,7 MW.

Sebagai pertimbangan, lanjut Hendrawan, pada Pembangkit listrik di Pesanggaran Denpasar menghasilkan daya listrik 108 MW dan PLTGU Pemaron yang berlokasi di Kabupaten Buleleng menghasilkan daya sebesar 80 MW. Jumlah tersebut ditambah lagi dengan PLTGU Gilimanuk yang menghasilkan daya 130 MW serta penggunaan mesin sewa yang menghasilan daya 60 MW.

Penambahan lain ada di PLTDG yang juga ada di Pesanggaran Denpasar menghasilkan daya 200 MW ditambah dengan suplai listrik dari jawa sebesar 340 MW. Jumlah terbesar penghasil daya listrik yang memberikan suplai energi untuk Bali terdapat di PLTU Celukan Bawang dengan jumlah 380 MW.

Surplus atau cadangan sebesar 475,3 MW yang merupakan hasil pengurangan total daya sebesar 1.298 MW dengan puncak pemakaian daya 822,7 MW tentu bukan menjadi angka aman saat dilakukan pemindahan kabel SUTT. Jika masalah terjadi di PLTU Celukan Bawang yang keluar dari system, tentu cadangan daya 475,3 MW akan berkurang menjadi 95,3 MW. “Lalu bagaimana jika terjadi kerusakan pada jaringan bawah laut yang merupakan suplai listrik dari Jawa sebesar 340 MW dan pemindahan kabel yang tentu akan mematikan daya serta membutuhkan proses yang panjang. Kami bukan tidak berusaha untuk tidak menepati janji, tapi PLN terus berpikir untuk melayani kebutuhan disegala sektor,” pungkas Hendrawan.

Terlebih lagi, lanjutnya, kondisi konstruksi pembangunan yang sudah diterimanya dalam kondisi seperti yang saat ini terpasang. Dimana, ia mengaku baru masuk setelah muncul permasalahan dengan warga dibalik ketidak tahuannya dengan bentuk awal sosialisasi. Hal itu diketahui setelah dikomfirmasi via telepon seluler pasca pertemuan dilangsungkan.

Mengenai solusi, ia tetap mengaku tidak mampu berbuat banyak selain meminta waktu lagi untuk berpikir memindahkan tanpa mengancam cadangan kebutuhan listrik supaya tidak memasuki angka krisis. Dan terkait ancaman proses hukum, Hendrawan mengaku buntu dan mengharapkan ada bentuk kesadaran serta musyawarah. “Masalahnya, kami selama ini tidak pernah diberikan kesempatan untuk bertemu langsung dengan masyarakat di kampung barokah. Lagi pula saya heran, karena melihat sebelum proses survey di awal pembangunan ternyata sudah lengkap dan tidak ada masalah. Ini semua ada foto serta tanda tangan tokoh beserta warga di Desa Celukan Bawang,” kata Hendrawan yang didampingi Deputy Manager Humas PLN Bali, Gusti Ketut Putra. adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER