Keprihatinan Seniman Buleleng Tentang Benda Sejarah Banyak Di Belanda

  • 28 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 5115 Pengunjung
suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com  Penjajahan Belanda selama hampir 350 tahun di Indonesia ternyata sangat membawa pengaruh besar dalam perjalanannya termasuk di Buleleng. Pasalnya, banyak karya seni dan cerita sejarah Buleleng yang saat ini tidak ada di Museum Buleleng melainkan di Belanda. Ironisnya, karya-karya yang tersimpan di Belanda itu merupakan corak keaslian identitas kesenian di Buleleng yang tidak banyak diketahui masyarakat.

Hal tersebut disampaikan tokoh seni Buleleng, I Nyoman Durpa, setelah sempat mengunjungi museum Leiden di Belanda. Durpa bahkan mengaku sempat malu ketika mementaskan kesenian tentang babad di Bali pada saat tampil di Ubud, Kabupaten Gianyar. Durpa yang dikomfirmasi media, Minggu (28/2), kemudian mengaku, yang mengkritisi tersebut adalah warga Belanda yang menyaksikan penampilannya.

“Ini bukti bahwa Belanda sebetulnya lebih banyak mengetahui tentang sejarah di Buleleng dan Bali. Ada lebih dari 2000 cerita dari babad di museum Leiden Belanda. Dan saat saya pementasan di Ubud, orang Belanda tersebut kemudian memberikan buku asli tentang babad yang saya bawakan dan baru 50 persen kebenarannya,” ujar Durpa.

Contoh lain yang menjadi sejarah Buleleng di Belanda adalah keberadaan karya “Wayang Buleleng” yang memiliki corak lain dari karya di Bali Selatan. Menurut pendiri sanggar Dwi Mekar ini, wayang Buleleng asli yang menjadi karya langka tersebut merupakan tokoh pewayangan “Tualen”.

Menurutnya, wayang Tualen yang asli merupakan karya seni dari Buleleng tersebut sangat minim corak ukiran. Selain itu, perbedaan lain dari kesenian di Bali Selatan adalah wayang tualen asli Buleleng yang tidak ada rambut dan kuncung pada bagian rambut.

Melihat bentuk wayang Tualen asli Buleleng tersebut kemudian lahir beberapa filosofi tentang keberadaan tokoh Tualen dalam pewayangan. Warna yang hitam pekat dan bentuk yang buruk dengan kepala gundul dan gigi hanya satu adalah bentuk gambaran tentang seorang tualen yang selalu membela kebenaran.

“Warna hitam tentu sebuah filosofi dari perwujudan Ida Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan sebagai Dewa Wisnu. Kemudian berkepala gundul yang menjadi symbol sebuah pemikiran polos. Sementara gigi yang hanya satu merupakan symbol dari kekuatan tunggal yang tidak pernah tergoyahkan,” kata Durpa.

Menurut Durpa, symbol wayang Tualen asli kesenian Buleleng merupakan gambaran filosofi tentang sosok perwujudan orang yang buruk rupa dan selalu dibicarakan tidak baik. Namun tetap membela kepentingan kebaikan sehingga kemudian bergelar Sang Aji Dharma.

“Ukiran wayangnya betul-betul masih asli dan berbeda. Teknik pewarnaan serta teknik pengukiran yang diterapkan pun sangat berbeda dengan yang ada di Bali Selatan. Orang di Museum Leiden Belanda begitu telaten dalam merawat benda yang merupakan sejarah Buleleng. Bahkan termasuk lebih tahu tentang rencana pembangunan yang akan terjadi Buleleng,” ujar Durpa.

Terkait dengan pembangunan yang akan terjadi di Buleleng, hal tersebut mengenai keberadaan monument perang Jagaraga yang sudah ada di museum Leiden Belanda. Dimana, lanjutnya, pembangunan manumen perang Jagaraga baru akan dibangun di Desa Jagaraga yang menghabiskan dana pemerintah berjumlah miliaran rupiah.

Hal tersebut tentu merupakan hal yang aneh disaat Jagaraga yang menjadi daerah peperangan melawan penjajahan Belanda namun tidak ada monumennya di tempat peristiwa heroik para pejuang di Bali kala itu.

Monument Jagaraga akan dibangun dengan bersumber dari dana BKK Provinsi Bali. Dimana, dana tersebut menjadi anggaran tukar guling antara Provinsi Bali dengan Kabupaten Buleleng yang sebelumnya turut menganggarkan khusus dalam APBD Buleleng.

Pihak Pemprov Bali dan Kabupaten Buleleng kemudian menyepakati bahwa perpindahan dana yang awalnya dialokasikan dalam APBD Buleleng kemudian digunakan untuk menunjang dana di dunia Pendidikan di Buleleng.adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER