LBH Bali Siapkan Somasi Konflik SUTT, Ungkap Indikasi Tekanan Oknum Polri Dan TNI

  • 22 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 3673 Pengunjung
suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com – Batas waktu perjanjian pemindahan kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang melintas di perkampungan Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, jelang jatuh tempo pada tanggal 27 Februari 2016. Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali yang menjadi kuasa hukum warga melalui Direkturnya, Desa Putu Adnyana, mengatakan telah mempersiapkan peringatan keras kepada pihak PT. PLN (Persero).

Selain itu disampaikan dalam keterangannya kepada media, Senin (22/2), bahwa ada indikasi tekanan oleh oknum Polri dan TNI kepada warga untuk menyatakan kesediaannya memberikan ijin PLN membentangkan kabel SUTT tersebut. Dimana, lanjutnya, ada sejumlah fakta yang akan diungkap terkait ketakutan warga yang menanda tangani kesepakatan pada tanggal 27 Februari 2015 silam.

“Tidak ada alasan dari pihak perusahaan negara itu (PT. PLN, Red) untuk menunda pemindahan kabel SUTT yang membentang di atas pemukiman warga. Dan yang jelas, warga yang mau menerima pemasangan kabel SUTT disebabkan adanya intimidasi dari oknum aparat TNI dan Polri yang nanti kami tunjukan indikasinya,” ungkap Adnyana.

Direktur LBH Bali ini mengaku tidak akan segan untuk menempuh langkah hukum atas sikap inconsistensi perjanjian yang sudah disepakati oleh pihak PLN. Dimana, lanjut Adnyana, perjanjian yang merupakan kesepakatan bersama dan bersifat tertulis merupakan sebuah bentuk asas kepastian hukum yang tentunya wajib untuk dijalankan.

Hal tersebut merupakan kutipan dari aturan yang termaktub dalam pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara hukum sah berlaku bagi mereka yang membuatnya. Asas tersebut kemudian dikenal dalam dunia hukum dengan sebutan “pacta sunt servanda”.

Menurut Adnyana, tentang kukuhnya keinginan warga agar PLN tetap memindahkan kabel SUTT telah disampaikan kepada pihak PT. PLN (Persero) yang minggu lalu mendatangi kantor LBH Bali. Dan keinginan warga tersebut bukan baru-baru ini menjadi permasalahan buat pihak PLN beserta sekelompok orang yang terlibat dalam keinginan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut.

Sehingga, lanjutnya, dengan kondisi yang terjadi di Desa Celukan Bawang sehingga pada akhirnya kemudian menerima pemasangan, tentu menjadi sebuah pertanyaan besar atas fakta indikasi ancaman yang dirasakan secara tidak langsung oleh warga.

Menurut Adnyana, dalam kurun waktu setahun seharusnya pihak PLN mendapat kesempatan untuk merealisasikan janjinya untuk memindahkan kabel SUTT tersebut. Walau apapun yang menjadi konsekuensi termasuk mahalnya biaya yang dikeluarkan, tetapi sebuah perbuatan hukum sudah dilakukan dan tentu ada akibat dari pelanggarannya.

“Terlebih oleh mereka (PT. PLN, Red) yang ada embel-embel negara kemudian melanggar ketentuan negara tempatnya bernaung melakukan usaha. Ada keresahan rakyat, dan rakyat pun adalah elemen penting sebuah negara. Ada hukum yang menjadi pondasi geraknya. Jika tidak menghargai unsur-unsur penting itu, artinya ini adalah sebuah penghianatan terhadap aturan negara,” tegas Adnyana.

Sehingga, lanjut Adnyana, dalam berita acara kesepakatan antara warga dengan PLN sudah sangat jelas akan ada konsekuensi hukum jika kesepakatan itu di ingkari. Paling tidak, pihak kami sudah menyiapkan langkah hukum juga terhadap ingkarnya PLN  jika tidak memindakan kabel tersebut.

“Salah satu dari langkah hukum yang mengawali nanti adalah somasi kepada pihak PLN dan tentu akan ada konsekuensi lain jika itu diabaikan,” kata Adnyana yang enggan membuka terlalu jauh terkait upaya pembelaan terhadap warga yang sedang berkonflik dengan PLN.

Sebelumnya, konflik antara warga dengan PT.PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan VII telah sampai di meja kerja Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Dalam kesempatan mediasi yang dilakukan dengan ditengahi oleh Bupati Suradnyana, ada bentuk kesepakatan tertulis untuk menarik kabel (stringing) dari Kampung Barokah, Desa Celukan Bawang.

Salah satu poin dalam perjanjian tersebut adalah disepakatinya tempo waktu setahun terhitung sejak 27 Februari 2015 agar kabel kabel bertegangan 150 KV harus sudah dipindahkan menjauhi pemukiman warga.

Dalam berita acara pertemuan tertanggal 27 Februari 2015 pun juga turut dihadiri serta dibubuhi tanda tangan oleh sejumlah pejabat penting pemerintahan baik Kabupaten Buleleng maupun Pusat Jakarta. Antara lain adalah Wakil Bupati Buleleng yakni Nyoman Sutjidra, Ketua DPRD Buleleng yakni Gede Supriatna, Komandan Kodim 1609 Buleleng yang saat itu menjabat yakni Letkol Inf. Dwi Nugroho.

Selain pejabat penting pemerintahan tersebut diatas, juga terdapat tanda tangan Kapolres Buleleng kala itu yakni AKBP Kurniadi, Kepala Kejaksaan Negeri Singaraja yakni Imam Eka Setyawan, dan bahkan Direktur Utama PT. PLN (Persero) yakni Sofyan Bashir.adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER