Upaya Membangun Kembali Citra Positif

  • 07 Juli 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2014 Pengunjung

Opini, suaradewata.com- Jika ditinjau ke belakang, lahir dan tumbuh berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain.  Untuk itu, era saat ini diharapkan perkembangan Polri setelah 69 tahun sejak kelahirannya yang diharapkan menunjukkan peningkatan secara signifikan sebagai sosok polisi yang netral dalam menjalankan tugas, tampak belum sepenuhnya tercapai. Hilangkan endapan citranya yang diidentifikasikan sebagai alat kekuasaan dan reformasi harus dilakukan demi citra dan profesinalisme lembaga Kepolisian RI dimata masyarakat. Sementara itu, secara kelembagaan Polri termasuk dalam kekuasaan eksekutif, berada di bawah dan bertanggung jawab ke Presiden sebagai Kepala Pemerintahan, namun secara fungsional Polri harus mandiri, dimana bebas dari campur tangan pihak lain. Dalam hal ini Polri harus diposisikan sebagai “alat negara” bukan sebagai “alat pemerintah”.

Kemandirian dan Sinergitas

Kemandirian Polri diawali sejak dipisahkannya Polri dari ABRI pada 1 April 1999. Sejak itu, TNI dan Polri masing-masing menjadi instutisi yang terpisah dan mandiri. Sebagai bagian dari proses reformasi, maka kebijakan tersebut harus dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat. Polri selaku sebuah institusi perlu terus membangun dan mengembangkan sinergitas kemitraan dengan berbagai pihak. Dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan prima bagi masyarakat, seperti penegakan hukum dan menjaga keamanan dalam negeri. Untuk itu, Polri tidak bisa melakukannya sendiri dan Polri perlu bekerja sama serta membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Sesuai visi Polri yang mampu menjadi pelindung pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia. Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.

Membangun Citra Positif

Kepolisian di negara demokrasi diidentifikasikan sebagai lembaga yang berkaitan dengan penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Dilema yang melekat pada fungsi ini adalah ciri arcanum aksi kepolisian, di mana polisi bekerja pada ruang privat, tetapi menimbulkan efek pada ruang publik. Aksi kepolisian dalam mengelola kekuasaan yang diberikan sangat mungkin menghilangkan rasa aman seseorang atau sekelompok orang. Inilah yang menimbulkan kesan terhadap kepolisian sebagai "alat kekuasaan". Selama ini ada kesan seolah-olah Polisi adalah merupakan sosok yang ditakuti dan dibenci oleh masyarakat, karena setiap berurusan dengan Polisi justru menimbulkan masalah dan bukan menyelesaikan masalah. Citra buruk Polisi harus saat ini perlu dihapus, seperti diketahui tugas pokok Polri adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu seorang Polisi harus betul-betul mampu menempatkan dirinya sebagai sahabat dan pelindung masyarakat. Untuk itu, diharapkan masyarakat mendukung lembaga kepolisian yang sedang mereformasi guna mengembang tantangan tugas yang semakin berat dan komplek serta  dan meningkatkan profesional anggotanya. Untuk mewujudkan Polisi sebagai sahabat dan pelindung masyarakat, seorang anggota Polri harus memenuhi beberapa syarat, seorang anggota Polisi harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, terutama yang berkaitan dengan tugas pokoknya sebagai alat keamanan dan penegak hukum, memiliki moral yang baik, baik moral agama maupun etika, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang bertentangan dengan moral agama dan etika serta memiliki keterampilan profesional, sehingga dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat atau dalam upaya penegakan hukum, mereka dapat melakukan dengan baik, tanpa membuat kesalahan sekecil apapun.

Perubahan Sosial Masyarakat

Perubahan sosial yang begitu cepat mengakibatkan proses modernisasi dirasakan sebagai suatu yang berpotensi dapat menimbulkan keresahan dan ketegangan sosial. Keresahan sosial dan ketegangan sosial dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan terhadap atauran-aturan hukum yang telah disepakati dan telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti pencurian perampokan, pembunuhan, dan penyimpangan konvensiaonal lainnya.  Disamping penyimpangan secara konvensional terdapat penyimpangan yang sangat cangging atau extra ordeneri crime (kejahatan luar biasa) seperti korupsi, money laundry, dan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi. Penyimpangan tersebut telah menyebabkan akibat negatif bagi negara ( pemerintah, dan masyarakat), maka untuk itu dalam rangka untuk mengembalikan dalam kondisi semula maka harus ada proses penegakan hukum. Penegakan hukum sebagai kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan tindak serangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Faktor mempengaruhi

Penegakan hukum merupakan suatu proses sosial, yang tdak bersifat tertutup tetapi bersifat terbuka dimana banyak faktor yang akan mempengaruhinya. Keberhasilan penegakan hukum akan sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor, adapun faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah Substansi hukum, hukum diciptakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, sebagai contoh UU dibuat oleh DPR, dalam menciptakan substansi atau isi hukum tersebut DPR sebagai lembaga yang diberi wewenang harus memperhatikan apakah isi UU itu betul-betul akan memberikan keadilan,kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat atau justru di buatnya hukum akan semakin membuat ketidak adilan dan ketidakpastian dan malah merugikan masyarakat. Maka untuk itu substansi hukum sangat penting sekali. Struktur hukum, struktur hukum ini dimaknai para pelaku penegak hukum, bahwa penegak hukum ada dua yaitu penegak hukum yang pro yustitia dan penegak hukum yang non pro yustitia, penegakan hukum pro yustisia adalah Hakim, Jaksa, Polisi dan advokat, sedangkan yang non pro yustisia dilingkungan bea cukai, perpajakan,lembaga pemasyarakat. Para penegak hukum ini memegang peranan yang sangat penting di tangan merekalah hukum di tegakkan, mereka harus memiliki komitmen moral yang kuat dalam penegakan hukum. Berharap mereka tidak hanya menjadi corong UU namun juga berfikir lebih luas dan mendalam. Selain itu, sarana dan prasarana, penegakan hukum membutuhkan sarana-prasarana seperti bagi polisi peralatan yang memadai dan tentunya bisa digunakan, apa jadinya jika dalam penegakan lalu lintas motor yang digunakan untuk patroli motor yang sudah usang, atau dalam penyusunan berkas  masih menggunakan mesin ketik manual, sarana dan prasarana ini tentu berkaitan dengan anggaran, maka anggaran untuk penunjang benar-benar dimanfaatkan untuk itu.

Budaya Hukum Masyarakat

Peran masyarakat sipil, seperti lembaga masyarakat adat, perlu didudukkan dalam undang-undang, apalagi pluralisme hukum merupakan suatu keniscayaan di alam Indonesia. Oleh karena itu, untuk menuju ke arah negara demokrasi, perubahan undang-undang kepolisian perlu dilakukan dengan tidak bersifat vertikalistis dalam penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Selain itu, harus dihindari hegemoni kepolisian atas kelembagaan lain yang tersusun secara terselubung dalam teks-teks untuk kepentingan parsial dengan alasan demi kepentingan umum. Penegakan hukum bukanlah diruang hampa, penegakan hukum dilakukan di tengah-tengah masyarakat, maka untuk itu penegakan hukum tidak akan dapat berjalan dengan baik jika masyarakat tidak mendukung, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, partisipasi itu dapat dilakukan dengan aktif untuk mematuhi hukum dan juga jika ada pelanggaran hukum dapat melaporkan kepada yang berwenang. Masyarakat juga harus aktif melakukan pengawasan terhadap penegak hukum agar tidak terjadi penyimpangan dalam penegakan hukum. Di dalam menjalankan fungsinya sebagai alat keamanan,terutama dalam menjalankan tugas pokoknya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta menegakkan hukum, Polri tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun, termasuk oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Hal ini akan bisa dicapai apabila kita mampu membangun Polri yang tangguh dan berwibawa. Polri yang tangguh dan berwibawa hanya akan terujud apabila didukung oleh organisasi yang mantap dan didukung oleh personil yang professional.

“Upaya membangun Polri yang mandiri dan membentuk citra Polisi sebagai sahabat dan pelindung masyarakat, adalah tanggung jawab kita bersama, tetapi dalam pelaksanaannya sangat tergantung dengan kemauan politik Pemerintah.”

Fajri Permana, Penulis adalah Pengamat Masalah Bangsa

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER