PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Masih Adakah Budaya Malu Korupsi

Sabtu, 26 Desember 2015

00:00 WITA

Nasional

3477 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com  - Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.     

Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih macam-macam alasan di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Untuk mencapai, tujuan pembangunan nasional maka mau tidak mau korupsi harus diberantas, baik dengan cara preventif maupun represif. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir.

Permasalahan korupsi yang ada di Indonesia tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di  Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam menangani kasus korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oleh oknum perorangan maupun instansi. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir. Hukum di Indonesia sepertinya pilih-pilih tergantung apakah itu orang biasa atau pejabat, buktinya korupsi yang miliaran dibanding dengan hanya maling sandal saja hukumannya lebih berat yang maling sandal.

Solusi terbaik memberantas korupsi adalah dengan mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna KKN. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut stick, carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas. Melaksanakan evaluasi, pengendalian dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.

Dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan, yakni korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri. Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan. Korupsi hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilikmodal.

Fajri Permana, Penulis adalah Pengamat Masalah Bangsa


Komentar

Berita Terbaru

\