PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Jangan Terjebak Kelompok Radikalisme

Jumat, 18 Desember 2015

00:00 WITA

Nasional

2218 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com -Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Faktor-faktor tersebut  yakni secara historis dapat dilihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik. Kaum radikalisme memandang bahwa umat salah satu agama tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.  Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Fanatik terhadap pendapatnya sendiri sampai pada batas tidak mengakui pendapat orang lain.

Selama dunia belum berakhir, kaum radikal akan tetap ada, termasuk di Indonesia, namun, semua aksi kekerasan atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum agama dan hukum negara. Sementara kita meyakini bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan terhadap sesama umat manusia, yang ada adalah saling menghormati dan mengasihi antar sesama makhluk ciptaan Tuhan. Sementara itu, tujuan radikal adalah mengadakan perubahan sampai keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada. Beberapa dari mereka menghendaki perubahan secara bertahap dalam membentuk masyarakat yang baru dengan cara kekerasan, berhubungan dengan perubahan fundamental dan tata kehidupan politik social yang baru. Radikalisme yang berbasis kelompok agama terkait erat dengan kemiskinan, dimana selama kemiskinan masih melekat dalam kehidupan rakyat, radikalisme akan berkembang, hal tersebut sangat realistis dengan kenyataan yang terjadi.

Dengan mengoptimalkan peran tokoh agama untuk mendakwahkan nilai-nilai luhur agama. Tokoh ulama harus menjadi garda depan mengajarkan pesan-pesan yang damai, mereka tidak boleh terjebak pada pemaknaan teks agama, pengajaran mengenai kekerasan. Selain ulama, lingkungan keluarga juga ikut berperan mencegah radikalisme yang berkembang akhir-akhir ini, yakni dengan pendidikan yang benar. Keluarga merupakan benteng terdepan untuk mencegah radikalisme sehingga orangtua harus dibekali pengetahuan dan diberi materi mengenai kebangsaan, seakan-akan peran keluarga terlupakan dan anak dibiarkan tanpa pendamping. Sebab selama ini kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia ini sesungguhnya merupakan kewajiban bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali yang tentu akan selalu dihadapkan kepada berbagai keberagaman diantara warganya, baik itu keberagaman agama, budaya, suku, adat istiadat, norma, juga pemikiran-pemikiran yang berkembang di segenap warga negara. Demi menjaga keutuhan bangsa, masalah ini harus dipecahkan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa. Dalam menangkal ideologi radikalisme juga harus dilakukan gerakan deradikalisme dengan pendekatan lunak melalui penguatan dan revitalisasi implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bernegara.

Berkembangnya radikalisme di seluruh dunia, lebih marak terjadi di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dalam bentuk pemberontakan sebagian masyarakat yang kecewa terhadap pemerintahannya yang dinilai telah gagal menciptakan kesejahteraan rakyatnya, perang saudara antar-etnis, golongan, ideologi demi sebuah kekuasaan dan untuk menguasai kekuasaan. Semua itu tidak terlepas dari usaha masyarakat untuk melakukan perubahan nasibnya agar menjadi lebih baik (sejahtera) dari keadaan kemiskinan yang menimpanya. Kemiskinan menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sehingga rentan terhadap pengaruh yang datang dari pihak lain, termasuk faham radikal. Oleh karena itu, tugas pemerintah untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada masyarakat kecil sehingga akan tercapai kesejahteraan sosial yang lebih merata. Ajaran agama mengajarkan toleransi, kesantunan, keramahan, membenci pengrusakan dan menganjurkan persatuan telah sering didengungkan. Sementara demokrasi  memberikan jaminan hidup bagi siapa pun untuk meyakini dan menjalankan keyakinan agamanya tanpa paksaan dan intervensi negara. Namun, baik undang-undang maupun demokrasi seringkali dijadikan oleh kelompok radikal dalam mempertahankan eksistensi mereka.

Negara Indonesia sudah keluar dari budaya gotong royong, sehingga mudah dipecah belah. Untuk itu, budaya gotong royong harus dibangun kembali untuk menyelesaikan permasalahan dinegara kita. Pemerintah dtuntun dengan kewenangnnya seharusnya bisa menyelesaikan permasalahan radikalisme. Jika tidak ada upaya serius mungkin radikalisme akan terus berkembang. kita lihat, saat ini radikalisme mirip hubungannya dengan terorisme. Ada beberapa pandangan bahwa radikalisme bisa positif atau negative. Positif karena radikalisme dilakukan untuk melakukan perubahan demi hasil yang lebih baik. Negatifnya, perubahan dilakukan secara cepat untuk memberikan rasa ketakutan pada masyarakat. Jangan sampai radikalisme mengarah pada terorisme dan akhirnya justru menimbulkan ketakutan sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah yang berkuasa. Munculnya aksi-aksi kebringasan massal, yang salah atau benar seringkali dikaitkan dengan sentimen keagamaan, terutama dengan dirusaknya tempat-tempat ibadat. Gejala-gejala seperti itu membuat pembicaraan tentang agama sebagai faktor pemersatu ataupun peranannya dalam perdamaian kedengaran ironis dan mengandung kontradiksi, meskipun yang sebenarnya terjadi dalam kasus-kasus tadi adalah perilaku orang-orang beragama yang tidak sesuai dengan cita-cita dan komitmen agamanya pada perdamaian.

Tantangan bagi bangsa saat ini adalah menyangkut idiologi bangsa yang semakin luntur, sehingga masuklah paham-paham radikal seperti paham ISIS, paham tersebut saat ini telah masuk ke Indonesia karena ada warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok ISIS. Pancasila merupakan Idiologi bangsa yang mampu mengayomi bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan baik agama, suku, ras dan lainnya sehingga tidak boleh ditafsirkan agar Indonesia mampu sejajar dengan negara lain. Idiologi bangsa harus tetap dijaga dengan baik agar tidak hilang karena idiologi tersebut merupakan sandaran rakyat, oleh karena itu upaya kita agar Pancasila tetap menjadi dasar yang kuat untuk bergerak maju.

Fajri Permana, Penulis, adalah Pengamat Masalah Bangsa


Komentar

Berita Terbaru

\