Keracunan Lapas Singaaja, Polisi Tunggu Hasil Laboratorim Denpasar

  • 09 Januari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 2729 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com – Atas peritiwa keracunan masal yang terjadi terhadap 48 orang warga binaan Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas IIB Singaraja, Sabtu (9/1), pihak kepolisian sudah memeriksa lebih dari 3 orang saksi berkaitan dengan kejadian tersebut itu. Sementara, hasil penyelidikan masih menunggu hasil pemeriksaan uji laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang ada di Denpasar.

“Beberapa saksi-saksi sudah kami ambil keterangannya termasuk pembuat nasi bungkus dan yang menerima pesanan. Karena yang menerima pesanan ternyata tidak memasak langsung melainkan proses pembuatannya di tempat yang berbeda,” papar Kepala Bagian Oprasional Polres Buleleng, Kompol Ketut Gelgel, ketika dikonfirmasi suaradewata.com

Bahkan, lanjutnya, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sisa nasi bungkus yang masih tersisa dan dimakan oleh warga binaan Lapas Singaraja.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinkes Buleleng, IGN Mahapramana, mengatakan, memang ada sedikit kendala terkait dengan pemeriksaan sampel makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan. Pasalnya, tidak ada bekas muntahan dari para korban keracunan masal di Lapas Singaraja untuk di uji laboratorium.

Menurutnya, bekas nasi yang diambi sebagai bahan untuk di uji laboratorium merupakan sisa nasi yang tidak dimakan. Dikonfirmasi terkait indikasi kadaluwarsa salah satu bahan makanan yang ada dalam paket nasi bungkus tersebut, Mahapramana mengaku awalnya memang ada kecurigaan penggunaan mie instan yang digunakan.

“Yang memasak nasi pun telah kami minta untuk membawakan sisa bahan mie instan untuk dilihat kode produksinya. Ternyata mie instan tersebut baru masuk tenggang kadaluwarsa bulan Agustus 2016. Sehingga kecurigaan kami pun menjadi terbantahkan,” paparnya.

Kemungkinan besar, lanjut Mahapramana, makanan yang membuat warga Lapas Singaraja keracunan tersebut terlalu lama di makan setelah di buat. Pasalnya, dari keterangan yang berhasil dikumpulkan, ada tenggang waktu lebih dari tiga jam baru dikonsumsi usai dilakukan proses pembungkusan dengan menggunakan daun pisang.

Karena saking lamanya, lanjut Mahapramana, nasi yang dalam kondisi panas kemudian membuat isi didalamnya mengeluarkan cairan dan membuat yang mengkonsumsinya menjadi keracunan. Namun, pihaknya mengaku tidak berani memberikan keterangan pasti dan baru sebatas dugaan terkait belum keluarnya hasil laboratorium yang baru dikirim ke denpasar.

Terkait dengan pembuatan awal nasi bungkus tersebut, Komang Rianti (37), warga Kelurahan Banyuasri, Kota Singaraja, yang berhasil dikonfirmasi lanjut mengatakan, ia pada awalnya mendapat pesanan dari adik kandungnya Putu Sedana Mandiasa (30), warga jalan Teratai, Kelurahan Banyuasri sekitar dua hari sebelum kejadian keracunan masal.

“Saya masak sekitar jam  5 sore (17.00 Wita) dan baru selesai membungkus sekitar pukul  21.30 Wita.  Nasi tersebut dibungkus menggunakan daun pisang sesuai dengan permintaan dari yang memesan melalui adik saya (Putu Sedana, Red). Isinya ada telur, ayam suir (Ayam abon, Red), kacang, mie, dan sate lilit (Berbahan kelapa, Red).  Pesanan 125 bungkus tapi saya lebihkan untuk keluarga Dewa Komang Indra yang ada di  Desa Panji,” papar Rianti.

Ia mengaku pesanan tersebut dibawa oleh adik kandungnya, Ketut Semadiyasa (21), yang bekerja di Kawasan Sading-Denpasar, dan saat itu kebetulan sedang pulang ke Singaraja. Bungkusan nasi tersebut diantar langsung ke Lapas Singaraja sekitar pukul 21.30 Wita karena berdasarkan permintaan, nasi itu sudah harus ada di Lapas Singaraja pukul 22.00 Wita.

Rianti mengaku setelah berhenti berjualan nasi jingo empat tahun lalu, ia juga sering kali menerima pesanan jika sedang tidak berjualan buah keliling.  Bahkan, belum lama ia  pun membuat pesanan sebanyak 2000 bungkus untuk acara di kantor-kantor pemerintahan yang ada di Kabupaten Buleleng. Menurut Rianti, semua bahan yang digunakan bukan merupakan stock atau sisa dari stock pesanan sebelumnya.

“Saya beli baru di pasar Banyuasri dan semuanya masih segar termasuk daging ayam dan sayuran yang digunakan. Ini betul-betul pertama kali terjadi setelah lama saya geluti usaha kuliner ini,” ujar Rianti yang sangat terpukul dan merasa bersalah atas peristiwa keracunan masal warga Lapas Singaraja.adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER