Pemberantasan Korupsi, Tugas Siapa?

  • 07 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3050 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Tanggal 9 Desember masyarakat dunia, termasuk Indonesia memperingati Hari Antikorupsi (HAKI). Peringatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengingatkan masyarakat di seluruh dunia tentang bahaya laten korupsi yang terus menjalar ke seluruh lapisan masyarakat.

Peringatan HAKI merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tidak hanya merasuki masyarakat kelas menengah atas. Penyakit KKN ini bahkan telah menjalar hingga ke pelosok daerah. Parahnya anak-anak pun telah belajar korupsi tanpa mereka sadari. Korupsi tersebut di mulai dari mencontek, membolos dan sebagainya.

Mengacu hal tersebut maka hendaknya momentum HAKI tahun ini diharapkan tidak hanya bersifat seremonial belaka. Akan tetapi harus menjadi titik penting guna mengurai akar masalah yang menjadi sumber meluasnya korupsi tersebut. Hal ini berarti bahwa proses pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan cara melibatkan masyarakat secara luas agar mampu menghasilkan dampak pada penyadaran isu antikorupsi.

Seperti yang dikatakan oleh mantan ketua KPK, Abraham Samad bahwa korupsi adalah bahaya laten yang sangat harus diwaspadai. KPK butuh dukungan masyarakat, kejaksaan, aparat penegak hukum, serta birokrasi di Indonesia. Tanpa adanya dukungan besar dari seluruh pihak. Termasuk di dalamnya unsur masyarakat, aparat penegak hukum, aparat kejaksaan dan pihak lainnya, termasuk para guru disekolah rasanya proses pemberantasan korupsi akan sulit diurai.

Terkait dengan itu, konsep revolusi mental yang digagas oleh Presiden Joko Widodo merupakan hal yang sangat tepat. Kebijakan reformasi birokrasi tidak lah cukup untuk menyelesaikan masalah korupsi di negeri ini. Pendidikan anti korupsi harus dilakukan sedari dini, yaitu sejak bangku sekolah. Pengawasan oleh masyarakat dan penegakan hukum melalui aparat kepolisian dan penegakan hukum secara adil oleh kejaksaan dan KPK.

Sangat mungkin korupsi itu bisa diberantas dengan catatan : Pertama, Partai politik konsisten melakukan pengawasan terhadap prilaku tindak kejahatan korupsi, artinya kader partai politik mempunyai moral untuk tidak lagi melakukan korupsi. Karena kejahatan korupsi selama ini banyak dilakukan oleh kader partai politik, bahkan saat revisi UU KPK sedang digodok, beberapa kader dan petinggi partai sedang diproses KPK terkait kasus korupsi. Kedua, Partai politik yang ada dilembaga legislatif membantu memperkuat KPK dengan cara menambahkan, bukan mengurangi point dalam pasal-pasal UU KPK, agar kewenangan KPK lebih kuat bukan melemah. Ketiga, Komitmen partai politik terhadap pemberantasan korupsi bukan sebatas jargon, tapi memang terimplementasikan dalam praktik sehari-hari.

Ketiga point diatas mampu dijalankan partai politik secara benar, sangat diyakini kedepan kita tidak lagi butuh lembaga pemberantasan korupsi, karena  selama partai politik tidak bisa konsisten mengamanatkan pemberantasan korupsi, maka selama itu pula korupsi tidak bisa diberantas. Apa yang dilakukan oleh fraksi-fraksi di DPR, yang mendukung rancangan revisi UU KPK, bukanlah bertujuan menguatkan KPK, memang secara retorika menguatkan, tapi isi draft revisi UU KPK tersebut yakni hampir setiap pasal yang diamandemenkan isinya cenderung melemahkan KPK, terutama pasal-pasal yang mencabut kewenangan mutlak KPK, sehingga dengan dicabutnya pasal tersebut KPK hanya menjadi macan ompong.

Memang revisi UU KPK tersebut baru sebatas rancangan, masih bisa diperdebatkan dan terbuka ruang bagi publik dan pemerintah untuk memberikan masukan, namun segala muslihat bisa saja terjadi kalau hal ini tidak diributkan oleh publik dimedia sosial. Karena dari cara-cara penandatanganan draft revisi UU KPK tersebut di DPR dilakukan setengah pemaksaan, cara-cara tersebut bukanlah cara yang elegan, yang pantas dilakukan dalam menjalankan amanat rakyat. (sumber: kompas.com)

Ketika seluruh elemen bangsa mampu bekerja sama dengan baik dan di dukung oleh peraturan hukum yang tegas serta mendasarkan diri pada konsep revolusi mental maka dapat dipastikan negeri ini akan terbebas dari korupsi. Namun, apabila anti korupsi hanya dilisankan melalui tulisan dan ucapan tanpa tindakan nyata maka hanya dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama Indonesia akan menjadi kenangan, bangkrut ditelan hutang dan kemunafikan. Untuk itu, mulai saat ini katakan tidak pada korupsi.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah meliputi segala sektor yang ada di Republik ini. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi telah berhasil menguak kasus korupsi yang besar, namun ada skandal korupsi yang belum bisa terkuak. Oleh karena itu diharapkan pemerintah tidak pernah lengah untuk selalu menghadang setiap upaya pelemahan KPK yang datang dari arah manapun, dan elemen-elemen pengiat anti korupsi lainnya senantiasa kompak dan membantu pemerintah.Untuk itu diperlukan kesadaran bersama untuk duduk bersama dan berkomitmen bersama bahwa kita bangsa Indonesia memerlukan sebuah cara yang tepat, benar dan tegas untuk mencegah, dan memnindak prilaku korupsi sejak dini, perlu dibuat sebuah aturan dan cara dimana pencegahan dan penindakan prilaku korupsi benar-benar memberi efek jera serta tetap menjamin kebrlangsungan segala program pembangunan di Indonesia. Semua komponen penegak hukum bersinergis, semua penegak hukum harus konsisten menjaga prilaku dan kepentingannya agar pelaksanaan pencegahan dan penindakan benar-benar dalam kerangka yang benar da din jalan yang benar serta mendapat dukungan yang benar oleh semua kompnen bangsa. Selamat Hari Anti Korupsi Internasional.....semoga bumi pertiwi terbebas dari belenggu korupsi....

“ Pengorbanan Rakyat Lebih Besar Artinya Dari Pada Uang, Berapa pun Besarnya Bantuan Uang Tersebut”Sultan Hamengku Buwono IX

Santi Ayuning Rahayu, Penulis adalah relawan Indonesia Bersih dan Sehat, Aktif pada Studi Arus Demokrasi untuk Kesejahteraan.


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER