Monumen Perang Jagaraga Sedot Anggaran 15 Milyar

  • 01 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 6487 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com–  Sebanyak 15 milyar uang rakyat akan tersedot untuk pembangunan monumen perang Jagaraga di Buleleng. Pembangunan monumen itu akan dibangun atas lahan 55,5 meter persegi di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan Buleleng. Awalnya anggaran sebesar 15 milyar itu direncanakan dari Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (ABPD) induk, namun akhirnya ditukar guling untuk pembangunan sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng. “Pembangunan tersebut di biayai penuh oleh pemerintah Provinsi Bali melalui sector pengeluaran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK),” ujar Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, Komang Gede, Senin (30/11).

Dikatakan, pembangunan monumen yang rencananya berdiri di atas lahan 55,5 meter persegi tersebut akan dibangun di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, terletak di Desa Jagaraga, Sawan. Menurutnya, tender pembangunan monumen sejarah tersebut akan dilakukan pada tahun 2016 nanti.

Pembangunan monumen yang awalnya menggunakan dana APBD Buleleng dengan jumlah mencapai 15 miliar rupiah itu, pun telah mendapat persetujuan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Buleleng dalam pembahasan sebelumnya.

Dikonfirmasi media terkait dengan keunggulan dari monumen baru yang memakan dana miliaran rupiah tersebut, Komang Gede mengatakan, monumen perang Jagaraga tersebut nantinya dilengkapi dengan patung Gusti Ketut Jelantik dan istrinya yakni Jero Jempiring.

Kedua sosok tersebut disebutkan sebagai pemimpin perang masyarakat Bali Utara khususnya di Desa Jagaraga ketika melakukan pertempuran melawan pasukan Belanda yang sempat mengklaim wilayah Buleleng sebagai taklukan.

Selain itu, lanjutnya, yang membuat monumen tersebut lebih menarik daripada membangun sector pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah karena perang paling besar tersebut berlangsung dengan menggunakan strategi “Supit Urang” dan menggunakan hutan bambo sebagai benteng pertahanan.

Strategi Supit Urang merupakan salah satu strategi perang Ambarawa yang dilakukan oleh Panglima Besar Jendral Sudirman yang saat itu berpangkat Kolonel di Divisi V (Lima) Tentara Keamanan Rakyat (TKR) ketika menggempur Belanda pada 12 Desember 1945.

Selain menjadi monumen sejarah, tempat yang menelan dana 15 miliar rupiah tersebut juga diharap mampu menyerap tenaga kerja terkait aktifitas perawatan yang akan dilakukan pasca berdiri.

Disisi lain, akademisi dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Made Pageh, menilai simbol yang digunakan dalam monumen tersebut harus menyiratkan tentang perjuangan dan runtunan cerita sejarah yang sebenarnya yang berlangsung pada tahun 1848 dan 1849.

Pageh berharap, monumen tersebut nantinya mampu menginterpretasikan kembali tentang peristiwa sejarah sebagai salah satu upaya untuk membangun karakter bangsa. Sehingga, lanjutnya, bisa sebagai sarana edukasi terhadap generasi penerus.

“Bukan hanya itu, monumen tersebut diharapkan mampu menjadi bentuk kesetaraan gender yang telah ada sejak jaman dahulu. Mengingat istri dari Gusti Ngurah Jelantik yakni Jero Jempiring juga ikut memimpin perang puputan tersebut,” Kata Pagehgus


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER