Pemberitaan Media Asing Tentang Papua Harus Diawasi

  • 15 November 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2910 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Baru – baru ini Maori Television memberitakan hasil reportase berupa film pendek tentang Papua yang berjudul “Inside West Papua”. Film pendek tersebut dibuat untuk acara Native Affairs di Maori Television, dengan Adrian Stevanon sebagai Reporter/Cameramen, Karen Abplanalp sebagai Story Producer, dan Chris Anderton sebagai Editor. Mereka datang ke Papua bersama Asia New Zealand Foundation. Narasi dalam film tersebut menyatakan bahwa masyarakat asli Papua telah ditahan dan dibunuh oleh TNI/Polri karena mengibarkan bendera Bintang Kejora sebagai simbol kemerdekaan Papua dari Indonesia.

Film pendek tersebut dibagi menjadi dua bagian. Part 1 berdurasi 12 menit 8 detik, menceritakan tentang pelanggaran HAM di Papua. Film tersebut menampilkan penyiksaan berupa pemukulan, penembakan, dan pembakaran yang dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat asli Papua. Beberapa tokoh yang diwawancarai dalam film Part 1, antara lain Andreas Harsano (Human Rights Watch), Victor Mambor (Editor Tabloid Jubi), dan FX Making (Pembuat Film/Orang Asli Papua), yang menyatakan sudut pandang mereka bahwa pemerintah pusat telah melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat asli Papua. Namun, di bagian akhir film, mereka juga mewawancarai Henri Dosinaen (Sekretaris Daerah Papua) yang menyatakan bahwa kondisi tersebut tidak benar. Kita harus melihat masalah tersebut tidak hanya terjadi di Papua, melainkan juga di wilayah lain Indonesia, sehingga tidak terjadi diskriminasi terhadap wilayah Papua.

Sementara itu, Part 2 berdurasi 9 menit 44 detik, menceritakan tentang masyarakat asli Papua yang mempertahankan tradisi bercocok tanam dan menjadikan ubi jalar sebagai makanan mereka sehari – hari. Tradisi tersebut telah membentuk budaya mereka, namun saat ini semakin dilupakan seiring dengan masuknya beras sebagai makanan pokok masyarakat Papua. Hal ini dikarenakan pemerintah pusat menetapkan beras sebagai makanan pokok masyarakat sehingga sebagian besar masyarakat asli Papua berpaling dari tradisi bercocok tanam dan makan ubi jalar.

Sesuai dengan yang telah dikatakan Presiden Jokowi, media/wartawan asing diperbolehkan melakukan peliputan di Papua. Namun hal tersebut belum dibarengi dengan penguatan fungsi pengawasan dari instansi-instansi terkait sehingga film pendek Inside West Papua dapat beredar. Dapat dipastikan selain Inside West Papua masih ada media/orang asing yang meliput dan membuat film/video pendek lain yang memuat konten serupa, mengingat masih maraknya upaya internasionalisasi masalah Papua. Oleh karena itu, perlu dibuat aturan hukum baru untuk mengontrol dan mengawasi konten berita maupun dokumentasi yang dilakukan oleh orang asing di Indonesia, khususnya di Papua yang sarat dengan kepentingan asing.

Walaupun dalam film Inside West Papua kru Maori Television memuat hasil wawancara dari pihak masyarakat asli Papua dan pemerintah daerah, hal tersebut masih belum memenuhi syarat cover both side dalam prinsip jurnalistik karena mereka cenderung lebih condong kepada pihak pro Papua merdeka daripada melihat Papua dalam kerangka NKRI. Meskipun media asing sudah diperbolehkan meliput di Papua, namun harus tetap menjaga kedaulatan di Indonesia dengan menaati peraturan dari setiap kode etik jurnalistik. Media asing yang diperbolehkan meliput tersebut diharapkan untuk tidak mendiskreditkan kondisi di Papua. Mereka harus selalu berimbang dalam setiap pemberitaannya, yang juga mengangkat situasi pemerintahan dan kekayaan di Papua serta pemberitaannya tidak berpotensi menimbulkan kerusuhan.

Jika kita melihat ke belakang, tujuan utama dari dibukanya akses bagi wartawan asing di Papua adalah untuk transparansi pada dunia internasional tentang penyelenggaraan pemerintah di Papua, dengan maksud agar dunia internasional tahu bahwa Indonesia serius dalam mempercepat pembangunan kesejahteraan Indonesia secara menyeluruh dan berkeadilan. Namun pada kenyataannya, dibukanya akses bagi media asing ini sering dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang menginginkan kemerdekaan Papua. Pemberitaan para wartawan asing sebagian besar justru hanya menunjukkan sisi negatif Papua tanpa meliput perkembangan positifnya. Padahal pemerintah pusat telah mengupayakan segala cara untuk menyejahterakan masyarakat Papua, sama seperti masyarakat di wilayah Indonesia lainnya.

Di sisi lain, Tim Penanganan Orang Asing (Tim PORA) bersama pemerintah daerah harus lebih memaksimalkan kinerjanya dalam menangani kedatangan dan mengawasi mobilitas orang/media asing di Papua sehingga dapat meminimalisasi munculnya pemberitaan negatif tentang Papua oleh media asing. Selain itu juga diperlukan payung hukum bagi instansi berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap hasil liputan para wartawan asing di Indonesia, khususnya di Papua. Hal ini diperlukan karena sebagian besar hasil liputan media asing di Papua hanya menyoroti masalah ketidakadilan bagi masyarakat asli Papua.

Rika Prasatya, penulis adalah pemerhati masalah-masalah sosial


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER