Bali adalah Pulau Pendatang?

  • 04 November 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 4992 Pengunjung

Opini, suaradewata.com- Dalam sejarahnya  Bali adalah Pulau Pendatang. Setiap jaman selalu ada pendatang yang datang dan berlanjut denganketurunannya. Era Rsi Markandeya, Sang Panca Pandita, Sapta Rsi, Bhagawan Sidimantra, Mpu Kuturan, Danghyang Nirarta dan seterusnya. Pendatang demi pendatang datang dan selalu hadir untuk memperbaiki Bali.

Lewat tangan-tangan kerja keras dan niat yang suci akhirnya Pulau Bali menjelma menjadi Pulau Sorgawi (The Paradise Island). Dunia pun mengaguminya sebagai sebuah pulau yang tidak ada duanya di dunia. Bahkan banyak orang dengan niat baik dan suci 'memasarkan' Pulau Bali lewat karya seninya sehinggamuncul Walter Smith, Mario Blanco dll dengankarya lukisnya menjadikan Bali makin menjadi Pulau penuh penasaran masyarakat dunia untuk didatangi.

Akhirnya Pulau Bali menjadi daerah Pariwisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara dan nusantara. Budaya agraris sebagai tulang punggung seni budaya dan tradisi bernafaskan Hindu perlahan bergeser ke industri Pariwisata. Cara pandang penghuni Bali pun ikut bergeser dari cara pandang agraris yang mengutamakan keseimbangan alam dalam mencapai kesejahteraan ke budaya industri yang menggunakan kekuatan kapitalis untuk mencapai kesejahteraan.

Dalam perubahan tersebut, Bali sebagai Pulau pendatang terus berjalan. Kaum pendatang terus berdatangan dengan semangat industrial untuk mencari kerja di Industri Pariwisata. Pendatang yang datang fokus dengan dunia industrial cari kehidupan dan tidak begitu hirau soal keseimbangan alam. Bahkan banjir pendatang ke Bali selalu seiring dengan lokasi dimana Pariwisata itu berkembang. Mereka hadir kebanyakan tidak peduli untuk menata, memperbaiki budaya tradisi spiritual Bali. Karena fokus dengan mencari uang, mencari kerja dan menjalankan kebudayaan asalnya bukan menyempurnakan keunikan Bali seperti pendatang-pendatang sebelumnya. Akibatnya terjadi kompetisi yang tidak sehat, pendatang yang datang lebih awal sibuk melestarikan seni budaya dan tradisi namun di sisi lain pendatang-pendatang baru sibuk menyedot potensi ekonominya.

Para kapitalis makin bernafsu dengan begitu cepat investasi mendapatkan profit besar melihat Bali yang unik, pemimpin Bali juga gamang dengan tekanan hedonisme yang begitu massif masuk ke Bali. Makna keseimbangan sebagai bentuk Shantih Jagadhita bingung dengan keuntungan finansial utk dimanfaatkan. Pendatang-pendatang baru makin gencar melahap lahan, sawah, tebing, gunung danau dan teluk pun diburu. Yang punya uang berusaha membeli ataupun menguasai lahan ataupun dengan mengurugnya. Sementara yang modal kerja juga datang memenuhi berbagai proyek.

Sementara pendatang lama makin tersisih karena lahannya telah terjual dan makin masuk ke pedalaman akibat tekanan ambisius pendatang baru. Entah sampai kapan ini terjadi. Namun yang patut direnungkan, kenapa pada masa lalu para pendatang yang datang di berbagai jaman ke Pulau Bali selalu melakukan penyempurnaan, perbaikan dan membuat karya yang mengagungkan Tri Hita Karana?  dan kenapa pendatang baru yang datang di jaman ini, dimana saya hidup kok bukan menyempurnakan Bali sebagai Paradise Island. Kenapa setiap saat budaya asing makin mencengkeram, kapitalis denganimajinasi keuntungan besar makin menggurita, dan para keturunan pendatang-pendatang lama menjadi gamang dengan agresifnya pendatang baru tersebut.

Sama-sama pendatangitulah tepatnya. Bedanya kami berusaha menyelamatkan warisan leluhur baik ajaran, sastra, alam dan tradisi dengan memahami kesejahteraan adalah kebahagiaan sementara pendatang baru berusaha merusak itu semua untuk mencapai kesejahteraan yang dipahami sebagai keuntungan sebesar-besarnya. Karena kilau gemerlapnya janji keuntungan itu, banyak juga keturunan dari pendatang-pendatang yang lama terhipnotis oleh janji kesejahteraan dari konsep pendatang baru jaman sekarang.

Semoga leluhur kami kembali mengingatkan sesana pendatang ke Bali adalah memperbaiki dan menjaga tradisi spiritual berdasarkan Hindu dengan konsep Tri Hita Karana. Bukan yang lainnya demi Bali tetap dianggap sebagai Paradise Island. Jangan sampai menjadi The Lost Paradise Island. Sama-sama pendatang beda jaman? Bedanya pendatang lama merawat Bali, pendatang baru merusak Bali. Semoga ada kesadaran kembali ke tradisi pendatang ke Pulau Bali adalah untuk mempertahankan Bali sebagai Pulau Dewata.

Gede Pasek Suardika, penulis adalahAnggota DPD RIasal Bali, Priode  2014-2019


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER