Semua Elemen Harus Bersatu Bantu Pemerintah Keluar dari Pelemahan Ekonomi

  • 18 September 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2468 Pengunjung

Opini, suaradewata.com ­ Pelemahan nilai tukar rupiah per 10 September 2015 mencapai Rp 14.322 per USD, bukan “kiamat” bagi negara Indonesia. Pelemahan ini bukan serta merta gagalnya pemerintah dalam menjalankan kebijakan perekonomian, pelemahan ini antara lain merupakan dampak tekanan ekonomi Global yang menyebabkan nilai rupiah semakin melemah terhadap dollar AS. Melemahnya rupiah, semua elemen harus dapat membantu pemerintah untuk dapat keluar dari tekanan, jangan malah diperberat dengan pendapat­pendapat minus dan juga aksi unjuk rasa karena dikhawatirkan bukan menjadi solusi malah menjadi susah pemerintah menjaga kestabilan perekonomian.

Anggota DPD RI Nofi Chandra mengatakan aksi ribuan buruh yang melakukan unjuk rasa pada, Selasa 1 September 2015, merupakan bentuk ungkapan protes agar pemerintah segera menyelesaikan masalah ekonomi di Indonesia. Aksi buruh ini salah satu penyebabnya adalah lambannya pemerintah mengatasi permasalahan ekonomi.

Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef), Enny Sri Hartati pada 2 September mengatakan pada saat ini Indonesia belum berada dalam kondisi krisis, namun posisinya sudah memasuki tahap kritis. Kalau tidak segera direspon, tinggal menunggu masa kritis saja. Hal tersebut berdasarkan dari indikator pada bulan Agustus 2015 yang menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan. Kemudian Mulai terjadi aliran modal keluar atau capital flight. Selain itu, buruh juga melakukan demonstrasi serta data federasi serikat pekerja PHK sudah mencapai lebih dari 100 juta orang.

Indikatornya, jika sektor keuangan sudah menjalar pada kemampuan pemerintah dalam menyediakan barang atau jasa, dan itu tidak terpenuhi maka akan banyak daya beli masyarakat yang menurun. Jika daya beli menurun, maka banyak pabrik atau perusahaan yang merugi, kemudian muncullah banyak kasus PHK, yang menimbulkan pengangguran. Kalau sudah tahap akhir, maka bisa dibilang Indonesia sudah tahap kolaps, karena pengangguran akan mempengaruhi daya tahan pemenuhan kebutuhan rumah tangga atau daya beli, ini harus dihindari.

Pada 9 September 2015, Presiden Jokowi, mengumumkan paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I yang berfokus pada tiga hal besar, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek­proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti.

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah melakukan upaya stabilisasi fiskal dan moneter, termasuk di dalamnya adalah pengendalian inflasi. Sinergi kebijakan ini dilakukan guna menggerakkan mesin pertumbuhan ekonomi, antara lain dengan mendorong percepatan belanja pemerintah dan juga melakukan langkah­langkah penguatan neraca pembayaran. Langkah­langkah konkrit yang akan dilakukan pemerintah diantaranya, pengendalian harga komoditas pokok, seperti BBM dan pangan, kemudian pembentukan tim evaluasi dan pengawas, realisasi anggaran, dan yang ketiga pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk mendorong pemanfaatan biodiesel 15 persen, sehingga dapat mengurangi impor BBM dan harga ekspor kelapa sawit.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah melakukan langkah­langkah untuk melindungi masyarakat dan menggerakkan ekonomi pedesaan, antara lain dengan memberdayakan usaha mikro dan kecil dengan menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) dengan tingkat suku bunga yang rendah. Bunga KUR yang dulunya 22­23 persen, diturunkan menjadi 12 persen. Untuk mendorong pembangunan infrastruktur di desa, pemerintah juga mengupayakan percepatan pencairan dan penyederhanaan pemanfaatan dana desa.

Pemerintah juga melakukan penambahan alokasi beras sejahtera (Rastra) bulan 13 dan bulan 14. Artinya ada tambahan selama dua bulan bagi masyarakat yang berpendapatan rendah. Selain itu pemerintah juga menerbitkan paket kebijakan ekonomi tambahan untuk meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek­proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti. Untuk mendorong daya saing industri, terdapat 89 peraturan dari 154 regulasi yang sifatnya menghambat daya saing industri akan dirombak. kebijakan deregulasi ini diharapkan dapat menghilangkan tumpang tindih aturan dan duplikasi kebijakan.

Juga sudah disiapkan 17 rancangan peraturan pemerintah, 11 rancangan peraturan presiden, 2 rancangan instruksi presiden, 63 rancangan peraturan menteri dan 5 aturan lain. Terkait percepatan proyek strategis nasional, memastikan pemerintah akan menghilangkan berbagai hal yang selama ini menyumbat pelaksanaannya. Antara lain melakukan penyederhanaan izin, penyelesaian masalah tata ruang, mempercepat pengadaan barang dan jasa, serta memberikan diskresi menyangkut hambatan hukum.

Fokus yang ketiga, pemerintah akan mendorong pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah serta membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti. Paket kebijakan ekonomi ini bertujuan untuk menggerakkan kembali sektor riil kita yang akhirnya memberikan fondasi pelompatan kemajuan perekonomian kita ke depan. Pemerintah meluncurkan paket deregulasi ekonomi guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan lima kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Lima kebijakan itu dikeluarkan setelah pemerintah mengumumkan tiga paket kebijakan. Lima paket kebijakan BI antara lain ; Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian, menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, memperkuat pengelolaan supply dan demand valas serta melakukan langkah­langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang.

Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasional Demokrat, Jhonny G Plate, mendukung paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, pada 9 September 2015. Paket kebijakan ekonomi itu, adalah langkah strategis menetapkan regulasi dan menderegulasi aturan lama yang tidak relevan lagi. Kami mendukung kebijakan deregulasi ini. “Dari sisi politik, bagaimana politisi dan DPR memberikan dukungan terhadap kebijakan ini agar bias diimplementasikan dengan baik. Pemerintah pusat dan provinsi harus menggerakan birokrasi supaya kebijakannya tidak berjalan ditempat karena rakyat menunggu.

Respon pemerintah dalam meluruskan kembali jalannya ekonomi melalui paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I diharapkan bisa memacu perekonomian. Tujuan paket kebijakan ekonomi ini antara lain untuk memudahkan investasi, meningkatkan daya saing dan membantu peningkatan penerimaan masyarakat dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan pemerintah menata kembali jalannya perekonomian setelah diguncang faktor eksternal maka kita semua harus mendukungnya, semuanya elemen masyarakat, pemerintah, dan stake holder lainnya harus dapat berpegangan tangan, bahu membahu bangkit keluar dari pelemahan ekonomi.

Pelemahan rupiah saat ini, memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, bukan menyebabkan krisis. Namun demikian untuk terhindar dari krisis ekonomi maka kita harus mendukung kebijakan ekonomi tahap pertama yang diluncurkan pemerintah. Langkah­langkah konkrit yang akan dilakukan pemerintah antara lain dengan mengendalikan harga komoditas pokok, seperti BBM dan pangan, menggerakkan ekonomi pedesaan yang memberdayakan usaha mikro dan kecil dengan menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) dengan tingkat suku bunga yang rendah atau mengoptimalisasi sumber daya yang dimiliki, merupakan langkah positif untuk dapat keluar dari pelemahan ekonomi ini. Selain itu kita juga harus mencintai produk dalam negeri, karena dengan mencintai produk dalam negeri akan meningkatkan kreatifitas anak bangsa nantinya dapat meminimalisir terjadinya pengangguran. Yakinlah dengan dukungan tersebut pemerintah akan mampu mengatasi pelemahan ekonomi.

Bahrul Muhit, penulis adalah Pemerhati Masalah Ekonomi dan Sosial


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER