Penggiat Anti Korupsi Pertanyakan Terdakwa Tipikor BUMDes Temukus Tak Ditahan

  • 10 Oktober 2022
  • 22:15 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 2246 Pengunjung
Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, praktisi hukum dan juga penggiat antikorupsi Kabupaten Buleleng, Suaradewata

Buleleng, suaradewata.com - Penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi pada BUMDes Mekar Laba Desa Temukus dengan terdakwa NB (42) dan LD (28) yang telah memasuki tahap persidangan dengan Agenda Pembacaan Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Buleleng menjadi sorotan tajam pengiat anti korupsi di Kabupaten Buleleng.

Pihak Kejaksaan Buleleng menyatakan saat ini para terdakwa dalam status tahanan rumah yang diputuskan oleh Ketua Pengadilan Negeri Singaraja, sebab proses kewenangan penangan kasus tersebut telah diserahkan ke Pengadilan Negeri Singaraja. 

“Sekarang TSK sudah menjadi kewenangan hakim dan tidak ditahan karena hamil besar,” ungkap Humas Kejaksaan Buleleng, A.A Ngurah Jayalantara belum lama ini.

Menyikapi hal itu, sejumlah pengiat anti korupsi di Buleleng menyatakan kekecewaan terhadap penanganan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Buleleng maupun Pengadilan Negeri Singaraja, bahkan ke depan kemungkinan penanganan yang dilakukan akan menjadi contoh dalam kasus serupa, “Nah ini, mungkin ke depan bisa menjadi contoh penanganan kasus korupsi seperti sekarang ini,” ungkap Ekky Ilham Aldiansyah sebagai pengiat anti korupsi, Senin (10/10/2022).

Pada bagian lain, Ekky juga melihat adanya kejanggalan di dalam penanganan kasus korupsi dengan terdakwa NB dan LD tersebut hingga menyebabkan kerugian pada BUMDes Mekar Laba Desa Temukus mencapai Rp.283.178.000,-, “Seharusnya ada ketegasan pihak-pihak terkait dalam penanganan kasus ini, sebab kasus-kasus sebelumnya yang menyebabkan kerugian negara kok ditahan sejak awal, kenapa dalam kasus ini tidak ditahan ?,” ujarnya.

Pertanyaan yamg sama terhadap keseriusan pemberantasan korupsi turut diungkapkan Gusti Putu Adi Kusuma Jaya. Praktisi hukum yang juga salah satu pengiat anti korupsi di Buleleng ini merasa ada perlakuan istimewa dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi tersebut. Menurutnya, hanya karena alasan hamil kemudian tidak dilakukan penahanan bukanlah suatu alasan pembenar. Terlebih disebut hamil tua saat proses persidangan. Pasalnya, lanjut Gus Adi, penahanan rumah dilakukan sejal berstatus tersangka hingga kini berstatus Terdakwa.
"Ini bisa menjadi paradigma yang buruk dalam pemberantasan korupsi khususnya di daerah. Jika sekarang alasannya hamil tua, lha waktu berstatus tersangka alasannya apa, kan lucu jadinya alasan kehamilan itu. Lagipula, apakah layak orang hamil disebut sakit. Kan sudah ada ketentuan memberika n dispensasi terhadap penahanan seperti Pembantaran. Tapi pembantaran pun dilakukan dengan pengawasan yang ketat pula bukan kemudian tidak diawasi lho," ujar Gus Adi.
Mantan wartawan ini pun mengatakan bahwa mengacu pada poin 3 Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) nomor 1 Tahun 1989, sangat tegas dijelaskan bahwa pembantaran hanya bisa diterapkan terhadap orang sakit yang memerlukan perawatan medis khusus baik sebelum maupun saat dilakukan proses hukum.

Pada bagian lain, Gus Adi juga menyebutkan, pihak-pihak berwenang harus turun tangan terhadap penanganan yang dilakukan aparat penegak hukum di Kabupaten Buleleng,  "Saya pikir Divisi Propam Mabes Polri, Kompolnas, KPK, Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial (KY) hingga Komisi Kejaksaan RI patut turun langsung mendalami alasan tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka hingga menjadi Terdakwa dalam kasus korupsi,” tegas Gus Adi.
Gus Adi mengaku ini peristiwa tidak dilakukan penahanan fisik mulai jadi tersangka hingga berstatus terdakwa dalam pemberantasan korupsi  tersebut hal yang baru pertama kali didengarnya. Banyak tersangka hingga terdakwa bahkan yang telah berstatus Narapidana dalam kondisi hamil bahkan hingga melahirkan tetap menjalani penahanan/hukuman penjara. Sehingga, kabar dilakukannya penahanan rumah terhadap terdakwa kasus Korupsi sungguh menjadi paradigma yang sangat buruk jika alasan kehamilan dibenarkan untuk memberikan perlakuan istimewa.

"Bagaimana asas keadilan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum kemudian dapat diterapkan dengan baik jika faktanya ada seorang terduga yang sejak berstatus tersangka hingga terdakwa boleh menjalani penahanan rumah. Nanti kalau tersangka atau terdakwa kasus lainnya menjadikan ini sebagai acuan atas nama persamaan hak, lalu apa kata dunia," pungkasnya berkelakar.

Dalam proses penanganan yang dilakukan para terdakwa didakwa pasal dengan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. sad/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER