Kasus Dugaan Korupsi Dana APBDes Dauh Puri Kelod Mulai Disidangkan

  • 28 Januari 2020
  • 17:55 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1703 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Kasus yang menjerat Ni Luh Putu  Ariyaningsih (33) terkait dugaan korupsi dana APBDes Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat, Denpasar,  sebesar Rp 988 juta lebih, mulai jalani persidangan di Pengadilan  Tipikor Denpasar,  Selasa (28/1)

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari denpasar yang dikoordinir I Nengah Astawa, SH dalam dakwaan yang dibacakan di depan majelis hakim dengan Ketua I Wayan Rumega SH,MH menyatakan, terdakwa sebagai bendahara desa, telah melakukan tindakan memperkaya diri sendiri atau secara bersama-sama mengambil dana yang diperuntukkan untuk desa.

Dalam dakwaan juga disebutkan, terdakwa tidaklah sendiri melakukan korupsi, tetapi bersama I Gusti Made  Wira Narmiata ( Mantan Peberkel Desa Duah Puri Kelod) dan Ni Luh Made Kembar China Dewi (Sekdes Dauh Puri Kelod). 

Perbuatan itu dilakukan terdakwa sejak tahun 2013 hingga 2017. JPU Kejari Denpasar mendakwa dengan Pasal 35 ayat (1) Udang-Undang nomor 46 tahun 2009 tentang Tindak Pidana Korupsi dan diancam pidana sesuai Pasal 3 jo Pasal 18  nomor 31  tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal di atas sebagaimana telah diubah dengan undang-undang  nomor 20 tahun 2001 tentang Pidana Korupsi jo Pasal  55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal  64 ayat (1) KUHP. 

“Terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serata melakukan perbuatan menyalahgunakan kedudukannya hingga membuat kerugian negara,” ucap Jaksa dalam dakwan subsidernya.

Selanjutnya, terdakwa yang dalam kasus ini sebagai bendahara Desa, terdakwa bersama dua saksi lainnya (berkas terpisah) telah mengelola keuangan desa secara tidak benar dan tanpa berpedoman pada  Peraturan  Mendagri Nom 113  Tahun 2014, tentang pengelolaan keuangan  desa.

Itu juga tertuang dalam Peraturan  Wali Kota Denpasar  nomo 17  Tahun 2017 tentang  Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa  hingga memunculkan kerugian uang negara sebesar Rp 988  lebih. 

Perbuatan terdakwa dalam dakwaan primer diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal  8 Undang-Undang  Nomor  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Seperti diketahui  terdakwa Ariyaningsih kepada penyidik Kejari Denpasar, mengakui jika pembukuan keuangan di Desa Dauh Puri Kelod amburadul. Bahkan dia mengakui sudah mengembalikan sejumlah uang yang digunakannya untuk kepentingan pribadi sebesar Rp.146 juta.

Terkait kerugian negara Rp 770 juta yang belum bisa dipertanggung jawabkan, Ariyaningsih mengaku tidak tahu siapa yang menggunakannya. 

Disebutkan dari jumlah tersebut ada sejumlah uang yang diambil mantan Perbekel tanpa sepengetahuan Ariyaningsih sebagai bendahara. Penarikan tersebut senilai Rp 75 juta dan Rp 85 juta. 

Kasus yang menyeret Aryaningsih  ke jalur hukum berawal dari ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1 miliar lebih. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara SILPA APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, I Gusti Made Wira Namiartha, Bendahara serta Kaur Keuangan.

Hasil penyelidikan sementara diketahui dari kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,03 miliar, sudah ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta lebih. 

Yaitu dari mantan Perbekel Dauh Puri Klod I Gusti Made Wira Namiartha sebesar Rp 8,5 juta, Kaur Keuangan Rp 102 juta dan Bendahara Rp 144 juta. Sementara sisanya sekitar Rp 770 juta ini masih belum diketahui peruntukannya. Mot/sar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER