Mewaspadai Perkembangan Radikalisme di Masyarakat

  • 19 Januari 2020
  • 17:15 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2437 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Radikalisme masih menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Paham radikal diyakini memicu seseorang untuk menggunakan jalan-jalan kekerasan hingga aksi teror, sehingga harus dapat diberantas hingga keakarnya.

Penyebaran paham radikal ini memang meresahkan. Sebab, layaknya bom waktu yang siap meledak kapan saja, paham yang telah tertanam di benak korban akan membuatnya menjadi pribadi yang berbeda. Cenderung pada tingkat egoisme yang tinggi, fanatisme hingga berpotensi menjadi teroris. Maka dari itu, peran keluarga dan pendidikan dinilai sangatlah fundamental dalam menangkal penyebaran paham menyimpang.

Menteri Agama, Fachrul Razi menyebut terdapat tiga pintu masuk paham radikal khususnya melalui dunia pendidikan. Mulai dari kurikulum, soal ujian, hingga peranan seorang guru.

Radikalisme ditengarai mampu menembus melalui kurikulum pendidikan dan soal ujian sekolah. Dirinya mengungkapkan, yang terbaru ditemukan soal ujian yang berisi tentang akhlak Rasulullah yang tidak patut dicontoh. Menurutnya hal tersebut sama sekali tak pantas. Padahal pihak Kemenag telah berhati-hati dan melakukan seleksi ketat. Namun, masih kecolongan.

Pintu masuk kedua adalah program ekstrakulikuler yang ada di sekolah. Untuk itu, dirinya menyarankan agar pembina ekstrakurikuler tidak berjalan begitu saja, melainkan harus melalui sistem dan rekomendasi guru.

Pintu ketiga, ialah melalui peran guru. Kepada segenap guru Pendidikan Agama Islam dan pengajar lainnya diminta untuk senantiasa mengusung pelajaran Islam dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan Lil alamin. Dengan adanya pintu-pintu masuk paham radikal ini Fachrul Razi meminta kepada segenap guru Pendidikan Agama Islam dan lembaga pendidikan untuk terus mewaspadai masuknya paham radikal.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah merilis Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) yang akan digunakan di sekolah pada tahun 2020. Penggunaan buku ini diharapkan dapat dibarengi dengan peningkatan peran guru PAI yang sangat krusial dalam membangun karakter tangguh, bahkan mampu mengendalikan paham keagamaan agar tidak memicu sikap intoleran.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius gencar memberikan pemahaman kepada seluruh elemen mengenai ancaman dan bahaya paham radikalisme dan juga terorisme. Tak hanya di kalangan akademisi, dirinya juga memberikan pembekalan kepada para anggota di dunia perbankan.

Pihaknya mengimbau mereka untuk tidak memandang sebelah mata akan penggunaan dunia maya di lingkungan sekitar. Hal ini tercermin dengan maraknya konten-konten berpaham kekerasan seperti radikal terorisme yang berkembang begitu cepat melalui jejaring sosial. Kelompok ini sengaja menggunakan jaringan internet untuk bermacam hal, seperti propaganda-propaganda yang menyebarkan rasa takut hingga upaya rekrutmen.

Dirinya tak memungkiri, jika nilai-nilai nasionalisme mulai tergerus seiring dengan melesatnya perkembangan teknologi. Sehingga banyak generasi mudanya banyak yang terkena paparan paham radikalisme ini. Sebetulnya, teknologi membawa kemajuan dan juga berbagai kemudahan. Namun, di sisi lain ujaran kebencian hingga konten berbau radikal marak menjadi konsumsi. Seolah bebas tayang dan siapapun dapat mengaksesnya dengan mudah.

Penanganan paham radikalisme ini bisa kita cegah dengan cara membentengi diri sendiri. Yakni, menumbuhkan nilai toleransi umat beragama. Serta menanamkan 4 pilar kebangsaan, yakni ; Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika juga NKRI.

Mengingat, manusia bukanlah makhluk individualis, namun memiliki keterkaitan dengan manusia lainnya. Oleh karenanya menumbuhkan sikap toleransi tinggi akan menyingkirkan jauh-jauh paham radikal ini. Hal lain yang bisa menangkal paham menyimpang ini ialah kesatuan dan persatuan Bangsa. Terbukti dengan kuatnya idealis suatu bangsa yang tanpa kompromi akan mampu membangun persatuan dan kesatuan dapat menekan penyebaran paham menyimpang.

Dari sejumlah fakta, eks pelaku terorisme kebanyakan merasa jika akan lebih nyaman ketika masuk ke dalam lingkaran setan ini. Pelaku merasa memiliki satu kelompok yang mendukung serta mengakui eksistensinya. Tentunya hal ini akan menambah rentetan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Padahal segala upaya telah gencar dilakukan guna menanggulangi paham radikalisme.

Bukan tidak mungkin dunia digital yang begitu digandrungi masyarakat secara luas ini malah akan menjadi buah simalakama bagi kita sendiri, jika tidak berhati-hati dalam penggunaannya.

Meski paham Radikal dapat memicu tindakan terorisme, namun semua dapat berhenti dimulai dari diri sendiri. Menerapkan pola pikir positif, mendalami agama secara benar dan pada guru yang benar, meningkatkan toleransi antar umat beragama serta bijak dalam bermedia sosial akan bisa membasmi segala potensi radikalisme yang menggila di era 4.0 ini.

Indah Marlina, Penulis adalah pengamat social politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER