Tak Terbukti Palsukan Surat, Hakim Bebaskan Rai Tantra

  • 10 Januari 2020
  • 18:30 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1683 Pengunjung
suaradewata

Denpasar,suaradewata.com - I Gusti Rai Tantra yang didakwa melakukan tindak pidana memalsukan surat dan menggunakan surat palsu dinyatakan Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, tidak terbukti melakukan tindak pidana melawan hukum.

Putusan yang dibacakan Hakim IGN Putra Atmaja,SH.MH, menyatakan vonis bebas terhadap terdakwa Gusti Rai Tantra, sebagaimana yang disangkakan.

Padahal pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) I Dewa Gede Anom Rai,SH dalam surat tuntutannya menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP. Atas tuntutan bersalah itu, terdakwa dituntut hukuman 10 bulan penjara.

Hakim dalam amar putusnya menyatakan bahwa, surat gugatan tidak termasuk surat sebagaimana dimasud Pasal 263 KUHP karena tidak menimbulkan hak atau menimbulkan perikatan dan tidak menjadi bukti atas suatu hak.

“Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” Bunyi putusan hakim yang dibacakan di ruang sidang Candra.

Atas putusan itu, terdakwa yang selama menjalani persidangan tidak ditahan, langsung menyatakan menerima. Sementara jaksa yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan masih menyatakan pikir-pikir.

Sementara itu sebagaimana dalam dakwaan jaksa sebelumnya diterangkan, kasus ini berawal saat saksi korban Sveen (WNA) menikah dengan Ita Dewi yang merupakan saudara kandung terdakwa pada tanggal 1 Meret 1997 lalu.

Pada masa perkawinan keduanya, sepakat untuk memisahkan harta masing-masing sebagaimana dituangkan dalam surat perjanjian. Setelah menikah, korban membeli tiga bidang tanah dengan uangnya sendiri.

Tetapi karena korban merupakan warga asing, korban tidak diperbolehkan membeli tanah dengan menggunakan namanya, sehingga menggunakan nama isterinya.

Setelah berumah tangga selama 14 tahun mereka berdua akhirya bercerai. Sebelum bercerai, pada tanggal 31 Oktober 2011, di hadapan notaris, istri korban menghibahkan tanah- tanah yang dibeli korban yang sebelumnya menggunakan namanya kepada korban yang sudah menjadi warga negara Indonesia sejak tahun 2009.

Namun setelah tanah dihibahkan , pada tanggal 31 Oktober 2013 terdakwa yang merupakan saudara kandung dari mantan istri korban membuat surat gugatan perdata.Inti dari surat gugatan itu menyatakan bahwa, tanah yang dihibahkan oleh mantan istri korban kepada korban adalah tanah milik keluarga.

Dan gugatan itu pun akhirnya dikabulkan hingga ke tingkat PK (Pininjuan Kembali). Namun setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata isi dari gugatan itu diduga palsu dan tidak benar peruntukannya sebagai bukti pada satu hal dan terdakwa telah memakai surat tersebut seolah benar dan tidak palsu.

Faktanya, tanah yang dihibahkan oleh mantan istri korban kepada korban adalah tanah yang dibeli dengan menggunakan uang korban pada saat mereka masih berstatus suami istri-istri.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER