Pembebasan Lahan Shorcut Titik 7-8 dan 9-10, Pemprov Siapkan Anggaran Rp 200 Miliar

  • 29 Oktober 2019
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 1916 Pengunjung
Pendataan awal terhadap masyarakat yang terdampak proyek shortcut

Buleleng, suaradewata.com - Rencana proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan baru batas kota Singaraja-Mengwitani atau shortcut titik 7-8 dan 9-10 (7-10) kini mulai digarap. Bahkan, Pemprov Bali melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bali telah menyiapkan anggaran sebesar Rp200 Miliar, untuk pembayaran pembebasan lahan yang terkena dampak proyek shortcut.

Hal tersebut terungkap saat Dinas PUPR Provinsi Bali, pada Selasa (29/10/2019) melakukan pendataan awal terhadap lahan milik masyarakat yang terdampak proyek shortcut titik 7-8 dan 9-10, bertempat di Balai Banjar Pererenan Bunut, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada.

Kepala Dinas PUPR Provinsi Bali, Nyoman Astawa Riadi mengatakan, Dinas PUPR Provinsi Bali dari awal diberikan tugas untuk pembebasan lahan shortcut titik 7-8 dan 9-10. Untuk pembiayaan pembebasan lahan telah dianggarkan dari APBD Provinsi Bali, dan diharapkan tuntas dibayar pasa bulan Desember 2019. "Kami minta seluruh masyarakat yang terdampak, menerima apa yang menjadi program pemerintah ini," kata Astawa.

Untuk anggaran pembebasan lahan disiapkan Rp190 Miliar, namun DPA di Dinas PUPR Provinsi Bali total menjadi Rp200 Miliar. Jumlah ini masih menjadi estimasi, tergantung dari tim appraisal berapa jumlah yang harus dibayarkan kepada masyarakat yang terdampak. "Dari Rp200 Miliar itu, bisa kurang bisa lebih. Nanti tim appraisal menentukan, bukan pemerintah," jelas Astawa.

Dari pendataan awal yang dilakukan tim persiapan pembebasan lahan, tercatat ada 145 orang yang lahannya terdampak pembangunan shortcut ini. Jumlah tersebut tersebar di tiga desa yaitu Desa Wanagiri, Desa Gitgit, dan Desa Pegayaman. Lahan yang terdampak diestimasikan mencapai 31,41 hektar.

Anggota Tim Pembebasan Lahan yang juga Kepala Bagian Pemerintahan, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Bali, Dewa Made Ardana menjelaskan, dari jumlah 145 orang itu bisa berkembang karena trase jalan baru bisa berubah. Pendataan awal ini merupakan gerakan pertama untuk menuju ke konsultasi publik. "Nanti saat konsultasi publik pada 5 November 2019, kami undang tiga desa yang warganya terdampak," ujar Ardana.

Menurut Ardana, acuan penentuan lokasi (penlok) bisa dikeluarkan setelah masyarakat sepakat saat konsultasi publik. Pasalnya, output dari konsultasi publik adalah Berita Acara sebagai dasar penerbitan penlok. "Sesuai aturan yang ada, apabila ada keberatan, maka masih ada waktu dan diberikan kesempatan," tandas Ardana. Rik/sar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER