Memulyakan Demokrasi

  • 26 November 2017
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3103 Pengunjung
ilustrasi

Opini, suaradewata.com - Pada tahun 1932 di Jerman terpilihnya Adolf  Hitler sebagai Kanselir Jerman saat itu melalui proses demokrasi. Beberapa tahun kemudian terjadi perang dunia ke dua atas sepak terjang Hitler saat itu.

Indonesia jaman now diliputi situasi semakin banyaknya pilar demokrasi, baik itu eksekutif , yudikatif maupun legislative yang terjerat hukum, terutama masalah korupsi. Demokrasi kita menghasilkan pemimpin yang tidak mulia.

So What, begitu lho… dengan demokrasi?

Menurut bacaan penulis, hal ini disebabkan karena ada beberapa prinsip-prinsip demokrasi yang terdistorsi, kemudian ada yang mengatakan ini salah satu resiko demokrasi yang dapat diperbaiki melalui proses perbaikan dari semua lini para pendukung demokrasi.

Di Indonesia sesungguhnya kualitas demokrasi kita sudah semakin meningkat kalau dilihat dari ukuran lini masa dimana sudah sangat sedikit terjadi bentrok masa akibat beda pilihan. Tingkat penerimaan hasil pemilu oleh masyarakat semakin baik, dilihat makin minimnya keributan setelah selesai pemilu. Jimmy Carter melalui Carter Centernya berkesimpulan bahwa rakyat Indonesia bisa berdemokrasi dengan benar.

Masalahnya sekarang adalah produk demokrasi ditingkat elit politik masih banyak masalah, dengan banyak yang terlibat kasus korupsi.

Sayangnya bahwa di Indonesia jaman now seluruh permasalahan diselesaikan pada tingkat elit secara oligarki.

Menyadari hal itu diharapkan partai politik yang memiliki fungsi rekrutmen politik hendaknya dapat melakukan proses rekrutmen secara terbuka, selektif dan teruji, menghasilkan para calon pemimpin yang mumpuni dan mulia.

Saat penulis merenungkan permasalahan di atas. Penulis teringat dengan kata sambutan Ketua KPU Provinsi Bali yang dibacakan oleh Dr. Ni Wayan Widiastini (Komisioner KPU Provinsi Bali) saat acara peluncuran Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2018 yang diselenggarakan KPU Kota Denpasar, Hari Sabtu 25 Nopember 2017 di Lapangan Puputan I Gusti Ngurah Made Agung.

Isi sambutan yang penuh makna sebagai berikut:

“Hadirin sekalian yang saya hormati,

            Maskot dalam PILGUB BALI/ Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bali Tahun 2018 telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali dalam bentuk “Kayonan”. KPU Provinsi Bali memandang perlu untuk memasukkan nilai-nilai kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal pada maskot. Konsep Asta Brata dipandang memiliki filosofi ajaran kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam perhelatan  pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2018.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Asta Brata diambil dari kisah Ramayana yang artinya delapan pegangan atau pedoman. Adapun asas kepemimpinan Asta Brata terdiri dari :

SURYA BRATA

CANDRA BRATA

BAYU BRATA

AGNI BRATA

INDRA BRATA

YAMA BRATA

KUWERA BRATA

BARUNA BRATA

Dengan konsep Asta Brata ini di harapkan bisa memberikan harapan agar pemimpin yang terpilih nantinya mempunyai nilai – nilai figur kepemimpinan seperti Asta Brata tersebut. Sehingga kehidupan masyakat Bali akan lebih sejahtera, aman dan damai kedepannya.

Bait terakhir di atas menggambarkan harapan untuk mendapatkan pemimpin yang mulia sudah dicetuskan oleh penyelenggara pemilihan (KPU Provinsi Bali beserta jajarannya)

Dengan harapan para pemimpin yang dicalonkan maupun yang dipilih nanti terinspirasi dan menjalankan ajaran Asta Bratha saat memimpin Bali lima tahun ke depan.

Penulis pikir, inilah salah  satu langkah yang dilakukan untuk memulyakan demokrasi.

Maskot dan Jingle ini diharapkan dapat memberikan makna sebagai pengingat masyarakat akan pentingnya penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2018 untuk mendapatkan pemimpin yang mulia yang terinpirasi dan menjalankan  ajaran Asta Baratha.

Bagaimana menurut anda?

 

Oleh I GN Agung Darmayuda/Komisioner KPU Kota Denpasar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER