Natal 2016, Rawan Aksi Teror

  • 22 Desember 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3112 Pengunjung
istimewa

Opini, suaradewata.com - Natal tahun ini diwaspadai akan menjadi ajang bagi beberapa kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam untuk melancarkan aksinya dibeberapa tempat di Indonesia. Motif dan jugdement ini dapat menjadi bahan pertimbangan aparat keamanan tatkala dapat menghimpun dan mengkaitkan indikasi dan fenomena per fenomena rencana dan aksi teror yang dewasa ini marak terjadi di ibu pertiwi.

Penistaan Agama Berujung Sentimen SARA

Tentu masih hangat untuk dibahas fenomena dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Calon Gubernur DKI Petahana 2017 Basuki Tjahya Purnama atau yang dekat disapa dengan Ahok. 

Kasus yang tinggal menunggu proses pengadilan yang direncanakan akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada minggu ini, tanpa sadar telah menimbulkan sentimen dikehidupan masyarakat Indonesia. Memang tidak benar apabila sentimen tersebut terbangun secara mandiri oleh kelompok muslim dan nasrani, namun kecenderungan sentimen muncul, tatkala eksistensi beberapa kelompok kepentingan yang mendaulat dirinya terlalu fanatik sehingga menimbulkan sifat dan kecenderungan untuk menanggap bahwa kasus penistaan agama oleh Ahok juga telah menistakan atau menyinggung masyarakat Islam secara keseluruhan.

Terlebih dengan adanya perang media sosial diantara kelompok fanatik pembela Ahok dan fanatik yang mendaulat dirinya sebagai “muslim pelindung Al-Quran” semakin menambah suhu perpecahan dan sentimen diantara kelompok muslim dan nasrani di Indonesia. Tak ayal apabila kedepannya (Natal Tahun 2016) ini, akan dijadikan momen bagi kelompok teroris baik yang berafiliasi dengan Al-Qaedah maupun ISIS, sebagai momen yang pas untuk melancarkan pemahaman salahnya terkait dengan Jihad dengan melakukan aksi teror dibeberapa daerah di Indonesia, terkhusus gereja yang nantinya merupakan tempat ibadah bagi umat nasrani.

Penemuan BOM di Bintara

Kemarin petang, Sabtu (10/12) di bilangan daerah Bekasi, Jalan Bintara VII RT 04/09, Bintara Jaya, Bekasi Barat, telah ditemukan bukti dan tiga orang terduga dan dua orang lainnya (yang masih melarikan diri) terkait rencana aksi teror bom. Aksi yang rencananya akan digelar di Istana Negara, Jakarta pada Minggu (11/12) ini berhasil digagalkan oleh aparat Kepolisian Densus 88 Anti Teror tatkala menghimpun kabar dan menelaah bukti serta indikasi yang mencurigakan dari sebuah kelompok jaringan yang diketahui sedang sibuk memasok bahan dasar pembuatan bom yakni Panci, kabel, serbuk pottasium dan beberapa bahan dasar lainnya, yang dicurigai memang merupakan sebagai bahan dasar pembuatan bom.

Ketiga terduga yang ditangkap oleh aparat keamanan Densus 88 ini diketahui berinisial Nur Solihin (MNS), Agus Supriyadi (AS), dan Dian Yulia Novia (DYN) yang diketahui sebagai calon pengantin atau pelaku peledakan bom nantinya, berhasil diringkus oleh petugas setelah sempat mengikuti perjalanan ketiga tokoh ini dari Solo hingga Jakarta. Ketiga tokoh ini yang diduga sebagi jaringan Jamaah Anshorut Daulah Khilafah Nusantara (JADKN) atau jaringan BN (Bahrun Naim) ini, tentu merupakan salah satu kelompok teroris dalam negeri yang berafiliasi langsung dengan ISIS di Suriah.

Pola Bom Tahunan

Menelaah aksi teror tahunan di Indonesia, Natal yang dirayakan oleh umat nasrani pada 25 Desember setiap tahunnya, merupakan waktu sekaligus sasaran empuk bagi beberapa kelompok teror untuk melancarkan aksinya.

Dengan berdasarkan kepada pemahaman ayat dan ajaran agama yang sesat, beberapa kelompok teror menganggap bahwa orang lain atau kelompok yang berseberangan agamanya dengan dirinya (pelaku teror) dianggap sebagai kelompok kafir yang konon halal darahnya bagi mereka untuk dibunuh dan dimusnahkan.

Masih ingat kejadian Bom Natal pada 24 Desember tahun 2000 silam, yangmana aksi teror ini secara serentak dilakukan pada saat perayaan natal dibeberapa kota di Indonesia, hal tersebut merupakan salah satu tren tempat para pelaku teror untuk melancarkan aksinya.

Diikuti dengan tempat-tempat vital sepeti: Mall, Hotel, Restoran (Cepat Saji), Bandara, Kedutaan Besar, hingga instansi keamanan sekalipun seperti Pos Polisi dan bahkan Mabes Polri, juga termasuk sebagai tempat-tempat yang perlu diperhatikan faktor keamanannnya.

Selain dari pada itu, tidak menutup kemungkinan bahwa aksi teror juga dapat dilakukan di tempat halayak umum, seperti kejadian aksi teror di Sarinah, yang mana para pelaku secara gambalang dan terang-terangan melakukan aksi teror.

Guna mengantisipasi hal tersebut, sangat logis apabila diantara institusi sekelas TNI, Polri, dan BNPT dalam hal ini, perlu melakukan penguatan dan operasi pengamanan yang semakin massif di sarana dan prasarana objek vital.

Tak terlupakan institusi James Bond yang dimiliki oleh Indonesia atau yang dikenal dengan Badan Intelijen Negara (BIN) yang konon dapat mendeteksi dini secara langsung segala tindakan yang mengarah ke aksi teror, agar senantiasa terus melancarkan misi rahasianya untuk membuka tabir pergerakan para pelaku teror yang dewasa ini semakin massif melancarkan aksinya.

Karena kita semua, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu butuh perdamaian dan ketentraman dalam kehidupan, bukan sebuah sentimen apalagi permusuhan satu dengan yang lain. Indonesia adalah negara yang berlandaskan Pancasila sebagai dasarnya dan penduduk muslim selaku mayoritasnya. Namun bukan berarti ibu pertiwi adalah negara yang heroik berbasis Islam garis keras, yang mana perbedaaan dan heterogenitas adalah musuh abadinya. Islam di Indonesia adalah Islam toleransi, Islam yang tetap menjalankan syariat Islam, namun bersifat fleksibel dan toleran terkhusus dalam kehidupan umat beragama. */ari

 

 

)* Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER