Menteri Agraria Diminta Selesaikan Kasus Batuampar

  • 09 Juni 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 4510 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Kasus tanah di Batuampar, di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, tak kunjung selesai. Berlarut-larutnya masalah ini, membuat DPRD Bali mengambil sikap.


DPRD Bali, akhirnya melayangkan surat kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang di Jakarta. Surat bernomor 593/ 1371/ DPRD dan tertanggal 8 Juni 2015 ini, ditandatangani Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama.

Dalam surat tersebut, lembaga dewan melalui Komisi I DPRD Bali melihat kasus tanah di Batuampar ini domainnya ada di Pemkab Buleleng dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Dua lembaga itu yang mempunyai kapasitas dan wewenang dalam menyelesaikan kasus ini," tulis Wiryatama, dalam surat yang copyannya diterima wartawan di Denpasar, Selasa (9/6).

Karena itu, DPRD Bali meminta agar permasalahan ini diambilalih oleh pemerintah yang lebih tinggi, dalam hal ini Menteri Agraria dan Tata Ruang. "Mohon bantuan agar permasalahan ini diambil alih," ujar Wiryatama.

Mantan bupati Tabanan dua periode itu menambahkan, pengambilalihan masalah ini sesuai amanat undang-undang dan peraturan turunannya. Di antaranya adalah UU Nomor 20 Tahun 1961 dan PP Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian hak atas tanah dan tata cara pembatalannya.

Wiryatama, dalam surat itu juga menjelaskan, berlarut-larutnya permasalahan tanah di Batuampar, dikhawatirkan akan menimbulkan instabilitas. "Apalagi sampai menelantarkan rakyat sebanyak 77 KK, tanpa ada penyelesaian sampai sekarang," tandasnya.

Karena itu, permasalahan tanah antara 77 KK warga Batuampar dengan Pemkab Buleleng dan pihak lain ini, diharapkan segera diselesaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang. "Sebab warga sudah mengantongi SK Mendagri Tahun 1963 dan 1982, namun malah terbit hak pengelolaan (HPL) Nomor 1 Pemkab Buleleng serta hak guna bangunan (HGB) tahun 1991," beber Wiryatama.

Secara terpisah, anggota Komisi I DPRD Bali Nyoman Tirtawan, yang getol menyuarakan kasus ini, mengaku akan mengantarkan langsung surat DPRD Bali ini ke Menteri Agraria dan Tata Ruang di Jakarta. "Kita ingin, surat ini langsung ditindaklanjuti menteri," tegasnya.

Ia juga mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang untuk segera terjun langsung ke Batuampar, dan menyelesaikan permasalahan ini. Ini sangat penting, karena menyangkut nasib 77 KK yang terancam kehilangan lahan garapannya.

"Masa untuk kasus satu orang hilang saja dua menteri turun ke Bali, tetapi menyangkut nasib 77 KK yang sudah berlarut-larut malah menterinya diam saja," ujar Tirtawan.

Menurut dia, Menteri Agraria dan Tata ruang harus "turun gunung" menyelesaikan masalah ini, karena telah terjadi kecacatan administrasi. Cacat administrasi, karena dalam kasus ini terjadi salah objek, salah subjek, serta sertifikat yang tumpang tindih.

"Warga jelas-jelas masing mengantongi SK Mendagri Tahun 1963, begitu juga dengan SHM Tahun 1982. Bahkan SK Pemberian Hak Pakai dari Kantor Agraria Daerah Bali Utara Tahun 1963, juga di tangan warga. Lantas kenapa tiba-tiba ada HPL dan HGB? Ini kan aneh," tandas Tirtawan. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER